Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Apindo Minta Tax Holiday hingga 20 Tahun Buat Industri Petrokimia
22 Desember 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ketua Komisi Tetap Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo ), Achmad Widjaja, mengatakan bahwa peran swasta penting dalam pengembangan industri hulu seperti petrokimia . Namun menurutnya, swasta sulit bergerak karena terlalu banyak kebijakan yang tidak mendukung.
ADVERTISEMENT
Industri petrokimia menjadi salah satu penopang sektor hulu manufaktur Indonesia. Produk yang dihasilkan dapat diolah berbagai industri, seperti plastik, tekstil, farmasi, kosmetik, dan obat-obatan.
Achmad mencontohkan, investasi dari luar, seperti Lotte Group, memerlukan waktu panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam negeri. “Seperti Lotte kan sampai makan waktu berapa tahun itu. Hal ini menjadi koreksi pemerintah,” kata Achmad dalam keterangannya, Minggu (22/12).
Demi menarik investor lain untuk bisa masuk ke pasar dalam negeri, Achmad mengatakan, pemerintah harus bisa memberikan paket kebijakan yang menarik, di antaranya dengan diskon pajak atau tax holiday panjang mengingat industri petrokimia memerlukan investasi yang besar. Sebab menurutnya, untuk membangun pabrik memerlukan waktu minimal 3 tahun.
ADVERTISEMENT
“Nah itu harus dibebasin pajak yang paling penting. Investasi tax holiday-nya 20 tahun. Kalau enggak kan enggak bisa orang investasi. 20 tahun minimum seperti di Vietnam. Kita kalah sama Vietnam sama Malaysia karena memang mereka kasih minimum 20 tahun. Petrochemical kan sekali investasi umpamanya USD 20 miliar,” jelasnya.
Achmad mengeklaim, investasi dari industri petrokimia bisa membuat pertumbuhan ekonomi 8 persen sesuai cita-cita Presiden Prabowo Subianto. Namun, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif agar industri bisa semakin ekspansif.
“Untuk mencapai 8 persen caranya cuma satu, 5 persen itu kan sudah diberikan secara cuma-cuma sejak covid tidak pernah turun, yaitu kontribusi industri primer, tambang dan lain-lain. 3 persen itu pemerintah cukup menjaga iklim pengolahan industri. Untuk menjaga iklim perekonomian yang menuju 8 persen, 3 persen itu industri sekunder menjadi kontribusi dari industrialisasi pengolahan. Untuk itu jangan terlalu banyak mengeluarkan peraturan-peraturan baru atau Kepmen-Kepmen atau kebijakan baru,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Achmad juga menilai industri petrokimia bergantung pada kondisi minyak dan gas bumi sebagai bahan baku utama. Untuk menjalankan arah industri yang lebih terukur, maka peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina juga sangatlah penting, utamanya dalam mengelola industri di sisi hulu demi menjalankan Refinery Development Master Plan (RDMP).
Sementara itu, Ketua Komisi Tetap Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Hari Supriyadi, menilai salah satu regulasi yang diperlukan dunia usaha saat ini ialah keberlanjutan yang jelas dari investasi petrokimia, misalnya kontrak jangka panjang untuk gas.
“Dan kita kontraknya itu jangan pendek-pendek. Gimana kita bisa hilirisasi, gimana kita bisa ekspansi? Kontrak gas itu cuma lima tahun, nggak bisa. Karena industri petrochemical kan hidupnya harus 20 tahun, investasinya triliunan,” sebut Hari yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Penghasil Petrokimia Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain persoalan kontrak, perlu juga harga gas bumi tertentu (HGBT) yang rata pada semua pelaku industri petrokimia. Sayangnya, tidak semuanya merasakan kebijakan ini, yakni USD 6 per MMBTU. Padahal, industri petrokimia masuk ke dalam tujuh sektor prioritas.
"Atau bahkan bisa lebih rendah lagi dari USD 6 per MMBTU. Dan semua industri no one left behind, sekarang kan di pilih-pilih, dipilih-pilih yang tertentu. Harusnya semuanya kami udah dapat rekomendasi dari perindustrian tapi di ESDM tidak di eksekusi," kata Hari.
Sebelumnya, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin( Wiwik Pudjiastuti menyampaikan, pemerintah terus mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia bisa lebih kondusif. Untuk memantau produk impor, misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrumen neraca komoditas.
ADVERTISEMENT
Sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi.
Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional meliputi olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, sementara produk aromatik 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol dan turunannya sebesar 980.000 ton.
"Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," tuturnya.