Apindo Tolak Rencana Aturan Kemasan Rokok Polos: Rokok Ilegal Makin Marak

11 September 2024 17:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti rokok yang ditindak oleh Bea Cukai di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti rokok yang ditindak oleh Bea Cukai di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) beserta 20 asosiasi lintas sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) menolak rencana standardisasi kemasan rokok menjadi polos (plain packaging) yang sedang digodok pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menilai kebijakan pemerintah terkait industri rokok, baik cukai maupun noncukai, semakin eksesif dan menekan pengusaha.
"Terutama dengan adanya UU Kesehatan dan PP 28 yang memberikan penekanan lebih besar lagi bagi industri hasil tembakau, ada beberapa pasal yang sangat eksesif menekan industri hasil tembakau," tegasnya saat konferensi pers bersama Apindo, Rabu (11/9).
Ketua Gaprindo, Benny Wahyudi (kiri), Direktur INDEF, Tauhid Ahmad (tengah), dan Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan (kanan) pada Forwin Revisi PP 109/2012, Hotel Bidakara, Selasa (14/2/2023). Foto: Nabil Jahja/kumparan
Salah satu poin penting yang disoroti pengusaha adalah rencana standardisasi kemasan rokok dalam RPMK. Pasalnya, kebijakan tersebut tidak diatur terlebih dahulu dalam PP 28.
ADVERTISEMENT
"Paling menyeramkan bagi kami di aturan turunannya, akan melakukan standardisasi kemasan, sehingga kalau itu berlaku identitas perusahaan tidak akan muncul, mungkin tidak polos tapi mengarah ke situ atau plain packaging," ungkap Benny.
Dengan aturan standardisasi kemasan rokok oleh pemerintah, nantinya identitas atau ciri khas masing-masing produsen rokok tidak akan muncul. Benny mengkhawatirkan loyalitas konsumen akan menurun dan berimbas pada maraknya rokok ilegal alias tidak memiliki pita cukai.
"Akibatnya loyalitas konsumen juga tidak akan terjadi dan itu sama saja dengan mendorong dan menggalakkan rokok-rokok ilegal karena pakai merk apa pun tidak perlu iklan dan identitas, kalaupun ada identitas pasti palsu dan sebagainya," jelasnya.
Dengan begitu, Benny meminta agar pemerintah meninjau ulang terkait pemberlakuan aturan turunan PP Kesehatan tersebut, yang menurut dia dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan kaidah perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang lebih penting sebenarnya juga proses pembahasan PP 28 tidak mengikuti kaidah pembuatan UU karena pembahasannya hampir tidak melibatkan pelaku usaha," imbuhnya.
Benny mengakui bahwa IHT memiliki dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, namun pelaku usaha mengeklaim sudah patuh terhadap berbagai peraturan seperti tidak menjualbelikan kepada konsumen di bawah umur dan membayar cukai tembakau.
Kendati demikian, menurutnya, industri rokok masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari data bahwa IHT berkontribusi 10 persen dalam penerimaan negara yaitu sebesar Rp 218,6 triliun pada 2022 dan Rp 213,5 pada 2023.
Benny menegaskan kontribusi IHT bahkan jauh lebih besar dari dividen seluruh BUMN yang hanya mencapai Rp 40 triliun pada 2022 dan Rp 80 triliun pada 2023.
ADVERTISEMENT
"Itu termasuk BUMN semua bank, Pertamina, seluruhnya digabung hanya Rp 80 triliun, sementara kami Rp 213 triliun. Dalam hal ini kami masih merasa bahwa peran industri hasil tembakau sangat dan masih amat penting," tandasnya.
Adapun Apindo berencana mengirimkan petisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghentikan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Beberapa poin penting yang menjadi aspirasi utama pelaku usaha terkait PP Kesehatan dan RPMK yakni sebagai berikut:
1. Pembatalan ketentuan mengenai standardisasi kemasan atau kemasan polos (plain packaging), yang tidak sejalan dengan dan melampaui mandat pengaturan standardisasi di PP No 28 untuk produk tembakau dan rokok elektronik. Apindo menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal.
ADVERTISEMENT
2. Penolakan terhadap pembatasan kadar tar dan nikotin dalam produk tembakau, yang dinilai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok, tetapi justru akan memukul industri secara signifikan. Penetapan ambang batas yang terlalu rendah untuk tar dan nikotin akan berdampak negatif pada seluruh rantai pasok industri, mulai dari petani tembakau hingga pabrik rokok. Ini berisiko meningkatkan impor tembakau dan merugikan produksi dalam negeri, sekaligus memicu munculnya produk ilegal dengan kadar yang tidak terkontrol.
3. Penolakan terhadap larangan zonasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter serta larangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah untuk pelaku usaha yang sudah beroperasi saat ini. Pembatasan usia pembelian yang ketat sudah diberlakukan.
ADVERTISEMENT
Apindo menilai zonasi tambahan ini hanya akan menambah beban pelaku usaha yang sudah ada tanpa memberikan dampak nyata terhadap pengendalian konsumsi. Melarangnya secara total tanpa mempertimbangkan konteks hanya akan mengurangi visibilitas dan keuntungan industri legal, sementara rokok ilegal akan mendapatkan pangsa pasar lebih besar.