Aplikasi Temu Sudah Masuk Malaysia, Kemenkop UKM Tak Mau RI Kecolongan

3 Oktober 2024 19:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi belanja online. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi belanja online. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menyebut Malaysia menjadi salah satu negara yang kecolongan dengan masuknya aplikasi asal China, Temu. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana menuturkan dia mendapatkan informasi ini dari pejabat Malaysia.
ADVERTISEMENT
Meski menurut dia pejabat Malaysia tersebut tidak mau mengakui negaranya kecolongan, dia sudah dapat menyimpulkan, seharusnya aplikasi asal China ini harus dijegal.
“Saya tanyakan kepada teman-teman di Malaysia sana, pejabat sana, Temu sudah masuk ke Malaysia, kira-kira dampaknya apa buat produk dalam negeri? Jawabannya sangat diplomatis. Sebenernya mereka juga kecolongan sebetulnya ya, tapi nggak mau ngaku aja kami (pejabat Malaysia) kecolongan,” tutur Temmy dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenkop UKM, Kamis (3/10).
Temu adalah platform global cross-border berasal dari China yang menggunakan metode penjualan Factory to Consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen). Metode tersebut dinilai bisa berdampak buruk pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Pada Juni 2024, Temu telah penetrasi ke 58 negara.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Temmy Satya Permana dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenkop UKM, Kamis (3/10/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Selain itu, Temmy juga menyebut Malaysia meniru aturan pembatasan masuknya produk impor ke dalam negeri yang dimiliki Indonesia, yaitu Permendag nomor 31 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
ADVERTISEMENT
“Ternyata Indonesia sudah lebih aware melindungi produk-produk, kemarin Permendag kita sebetulnya mereka banyak hal yang mereka tiru dari kita, termasuk pencatuman label negara asal,” jelas Temmy.
Dia memandang ke depannya Indonesia harus lebih mengetatkan proteksi bagi pasar dalam negeri, termasuk edukasi tentang penggunaan produk dalam negeri
“Kita 275 (juta), dengan pengguna TikTok dan lain-lain 113 juta. Jadi ya kita wajib harus lebih ketat lagi sih ngawas ini,” tutup Temmy.
Temmy memastikan pihaknya terus mengupayakan agar aplikasi ini tidak bisa dibuka di Indonesia.
Hal ini dikarenakan, Kemenkop UKM melihat adanya potensi yang besar dari aplikasi ini, sebab pangsa pasar Indonesia terbilang besar dibandingkan dengan negara tetangga. Menurut dia, kehadiran aplikasi ini tidak hanya mengancam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tetapi juga industri besar.
ADVERTISEMENT
“Kalau sampai betul-betul bisa direct. Saya sempat lihat aplikasinya, saya lihat barang-barangnya. Ini berpotensi untuk bisa menjadi perusak pasar nih kalau saya lihat sih ya,” terang Temmy.