Arus Kas Habis, Pengusaha Hotel dan Resto Butuh Modal Kerja Rp 21 Triliun

1 Juni 2020 20:41 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kamar hotel mewah Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kamar hotel mewah Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Para pengusaha menyatakan pandemi virus corona sangat memukul bisnisnya. Bahkan arus kas (cash flow) mereka akan segera habis di akhir bulan ini.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, seharusnya modal kerja tak hanya diberikan kepada BUMN. Menurutnya, saat ini yang paling dibutuhkan dunia usaha adalah modal kerja.
Secara keseluruhan, dunia usaha memerlukan kredit modal kerja hingga Rp 990 triliun. Hal ini merupakan hitungannya untuk seluruh sektor usaha, yang dinilai lebih tepat sasaran.
"Sebagai ilustrasi saja, kita itu kredit perbankan Rp 5.500 triliun. Kalau diambil 60 persen sektor bermasalah itu sekitar Rp 3.300 triliun dan 30 persen untuk modal kerja Rp 990 triliun," kata Hariyadi dalam diskusi virtual, Senin (1/6).
Berdasarkan bahan pemaparannya, dunia usaha di sektor perhotelan dan restoran membutuhkan modal kerja hingga Rp 21,3 triliun untuk enam bulan. Ini mencakup kebutuhan modal pada hotel bintang 1 sampai 5, serta kebutuhan restoran mulai dari rumah makan, cafe, hingga dining.
ADVERTISEMENT
"Kami koordinasi lintas sektor, akhir Juni ini mereka kesulitan cash flow, cash flow sudah habis, kemampuan mereka sudah habis. Nah untuk gerakan cash flow, mereka butuh modal kerja," katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Hariyadi juga menjelaskan, selama ini insentif yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha didominasi oleh stimulus fiskal. Padahal menurutnya, hal ini tak begitu efektif untuk mendorong dunia usaha.
"Misalnya stimulus PPh 21 pada karyawan, kenyataan nya ini kan sekarang pekerja menerima gaji kurang dari gaji normal, sehingga dengan stimulus untuk gaji Rp 200 juta/tahun tidak dirasakan manfaatnya," jelas dia.
Selain itu, ada juga stimulus berupa diskon PPh 22 Impor, yang menurut Hariyadi saat ini tidak tepat. Sebab saat ini banyak importir yang justru menghentikan atau menunda aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
"Lalu angsuran PPh 25 atau Badan yang diskon 30 persen dan bayar 70 persen, sekarang kondisi perusahaan mayoritas merugi, kalau perusahaan bayar 70 persen malah akan lebih bayar kan jatuhnya, dan restitusi pajak akan makan waktu lama," tambahnya.