Arutmin Jalankan Bisnis Hijau, Budidayakan Serai Wangi Jadi Bahan Bioaditif

30 Maret 2025 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi serai wangi yang dibudidayakan PT Arutmin Indonesia. Foto: Arutmin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi serai wangi yang dibudidayakan PT Arutmin Indonesia. Foto: Arutmin
ADVERTISEMENT
PT Arutmin Indonesia (Arutmin) menjalankan bisnis bioaditif dengan memanfaatkan lahan marginal dan memberdayakan masyarakat di lingkar tambang Kintap, Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
Unit usaha tambang PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini melirik potensi serai wangi untuk diolah menjadi bahan bioaditif ramah lingkungan dan berbagai produk turunan bernilai ekonomi.
Mulanya, Arutmin melihat ada permasalahan tanah yang kurang subur atau marginal di Desa Bukit Mulia yang merupakan ring 1 atau wilayah terdekat lokasi operasional Tambang Kintap. Permasalahan ini membuat banyak lahan yang belum dimanfaatkan secara produktif.
Di desa itu, petani mengembangkan tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus, sp), namun nilai ekonominya belum cukup tinggi dan penggarapannya belum optimal karena keterbatasan pengetahuan warga.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dalam hal pemberdayaan masyarakat, sekaligus merespons isu lahan marginal di wilayah operasional tambang, pada 2022 Arutmin menginisiasi Program Bioaditif Serai Wangi melalui Sinergi Masyarakat Tambang Kintap (Terangi Simantap)
ADVERTISEMENT
KTT Arutmin Tambang Kintap, Dedi Heriyanto, mengatakan dalam melaksanakan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), Arutmin selalu mempertimbangkan social mapping agar program tepat sasaran. Untuk lingkar Tambang Kintap, budi daya serai wangi dinilai dapat menjawab kebutuhan warga, yang sebagian adalah petani dan pekebun, menuju kemandirian perekonomian berkelanjutan.
Menurut dia, serai wangi mudah ditanam bahkan di tempat yang minim unsur hara sehingga cocok untuk ditanam di lahan yang tidak produktif dan area reklamasi. Selain itu, tanaman ini juga berfungsi sebagai cover crop dan dapat mencegah erosi tanah serta merehabilitasi lahan kritis.
“Selain manfaat ekonominya cukup besar, minyak atsirinya juga bisa diolah jadi campuran bioaditif. Diharapkan, inovasi ini dapat memberikan dampak positif secara luas, baik bagi lingkungan, masyarakat, maupun perusahaan,” kata Dedi dalam keterangannya, Minggu (30/3).
ADVERTISEMENT
Direktur BUMI sekaligus CEO Arutmin Indonesia, Ido Hutabarat mengatakan pencapaian ini membuktikan Arutmin tidak hanya fokus memproduksi batubara untuk ketahanan energi nasional, namun juga berkomitmen menjaga lingkungan dan menjalankan tanggung jawab sosial di seluruh wilayah kerjanya.
"Pencapaian ini membuktikan bahwa Arutmin tidak hanya fokus memproduksi batubara untuk ketahanan energi nasional, namun juga berkomitmen menjaga lingkungan dan menjalankan tanggung jawab sosial di seluruh wilayah kerjanya," ujarnya.
Arutmin juga melakukan penguatan kelembagaan BUMDesa Berkah Mulia untuk pengembangan program dengan melibatkan masyarakat. Petani didampingi dan dibina dalam hal penanaman dan pengelolaan lahan agar lebih optimal.
Hasil panen ditampung dan disuling menjadi minyak atsiri yang akan diolah menjadi berbagai produk turunan seperti campuran antiseptik alami, sabun, lilin aroma, dan minyak urut, yang difasilitasi juga pemasarannya.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk mengembangkan pengolahan minyak atsiri lebih lanjut menjadi bahan bioaditif yang berguna, berhenti di sana, Arutmin bekerja. Sehingga minyak atsiri ini bisa untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi bahan bakar pada kendaraan atau mesin industri. Hasilnya didapatkan penghematan B35 atau campuran minyak sawit dan solar mencapai 5-13 persen serta penurunan emisi CO2 dalam operasional perusahaan.
Ilustrasi Arutmin. Foto: Arutmin
Dari sisi sosial ekonomi, ratusan tenaga kerja telah diserap juga ada 2.400 warga desa telah menerima manfaat dari budidaya serai wangi ini, termasuk sekitar 200 orang dari kelompok rentan yang terdiri dari masyarakat miskin, ibu rumah tangga, lansia, dan lain-lain.
Petani serai wangi sejak 2018, Dhani, mengaku terbantu oleh program. Dia menyebut tidak hanya memaksimalkan pemanfaatan lahan kritis, program ini juga mengoptimalkan potensi serai wangi, membuka peluang usaha, dan menjadi tambahan penghasilan.
ADVERTISEMENT
“Dari Arutmin, petani mendapatkan bibit, pupuk, dan pendampingan pengolahan lahan. Kemudian diberikan pelatihan dan pembuatan produk turunan. Dukungan lain berupa alat suling dan pemasaran produk turunan serai wangi,” tutur Dhani.
Serai wangi yang tumbuh di Kintap berkualitas tinggi dengan angka rendaman mencapai 1 persen. Artinya, dari 100 kg daun didapatkan 1 liter minyak atsiri. Dari sisi penanaman, tanaman ini juga dapat dipanen berkali-kali selama 4 tahun dengan panenan pertama setelah 6 bulan dan berikutnya setiap 3 bulan.
Kini lebih dari 5 hektare lahan kritis dan marginal telah dimanfaatkan untuk kebun serai wangi dengan peningkatan serapan karbon yang signifikan. Melalui uji coba penambahan bioaditif, tercatat peluang penghematan bahan bakar eksavator mencapai 29,90 L/h serta penurunan emisi CO2 perusahaan 37.506 kg CO2-eq/tahun. Selain itu, juga terdapat penambahan serapan limbah serai wangi maupun kotoran ternak ayam petelur yang diolah menjadi pupuk kompos/bokashi.
ADVERTISEMENT