Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.0
Asosiasi Emiten Setuju BEI Kaji Ulang Aturan Free Float IPO
20 Mei 2025 13:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji ketentuan mengenai free float atau jumlah saham yang bisa dimiliki publik saat dan setelah perusahaan melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). Langkah ini menjadi bagian dari upaya penyempurnaan regulasi pencatatan saham.
ADVERTISEMENT
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan free float merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan tercatat.
Namun, BEI juga memperhatikan aspek lain seperti kondisi fundamental perusahaan, legalitas, tata kelola, hingga potensi pertumbuhan. BEI menyatakan akan adaptif terhadap dinamika pasar yang terus berkembang.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Gilman Pradana Nugraha, menilai kajian ulang terhadap aturan free float memang perlu dilakukan. Dia melihat, peninjauan ini merupakan bagian dari proses perbaikan berkelanjutan.
"AEI memandang langkah BEI mengkaji ulang aturan free float memang diperlukan untuk terus menyesuaikan kebijakan pasar modal Indonesia agar lebih adaptif terhadap perkembangan dinamika pelaku usaha, tanpa mengesampingkan prinsip keterbukaan dan likuiditas pasar," kata Gilman kepada kumparan, Selasa (20/5).
ADVERTISEMENT
Menurut Gilman, dampak dari penyesuaian aturan ini bisa bervariasi, tergantung pada karakteristik tiap calon emiten. Meski demikian, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan investor.
“Dampaknya dapat bervariasi tergantung karakteristik masing-masing perusahaan. Namun demikian, tetap penting menjaga keseimbangan antara kebutuhan perusahaan dan kepentingan investor dalam hal likuiditas dan transparansi,” lanjutnya.
Gilman menyampaikan, dalam kondisi pasar tertentu, memastikan partisipasi investor publik hingga mencapai ambang minimum free float bukan hal yang mudah.
Oleh karena itu, AEI meminta dalam kajian aturan free float bisa melibatkan regulator, bursa, dan pelaku pasar agar menciptakan kebijakan yang implementatif, sesuai kondisi dan dinamika pasar yang ada saat ini.
“Dalam kondisi pasar tertentu, memastikan partisipasi investor publik hingga mencapai ambang minimum free float juga bukan hal yang mudah,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, penyesuaian free float dapat mempengaruhi strategi valuasi perusahaan yang akan IPO, khususnya dalam mengelola persepsi pasar terhadap likuiditas dan nilai perusahaan.
“Penyesuaian terhadap aturan free float sedikit banyak dapat mempengaruhi strategi valuasi. Karena berhubungan juga dengan bagaimana perusahaan mengelola persepsi valuasi dan likuiditas secara lebih hati-hati, terutama saat kondisi pasar kurang kondusif,” tambah Gilman.
Pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, menilai perubahan regulasi free float oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) berkaitan dengan dinamika global, khususnya keluarnya sejumlah saham dari daftar blue chip yang ada di Amerika Serikat (AS).
Ibrahim memandang banyak saham yang terdampak berasal dari sektor energi, properti, dan infrastruktur termasuk PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang mendorong BEI untuk mengevaluasi kembali ketentuan yang ada agar saham-saham di dalam negeri bisa memenuhi standar global.
ADVERTISEMENT
“Ini yang membuat perubahan-perubahan baru bagi Bursa Efek Indonesia agar saham-saham di Bursa Efek Indonesia itu bisa masuk dalam saham-saham bluechip di bawah MSCI (Morgan Stanley Capital International),” ujar Ibrahim kepada kumparan, Selasa (20/5).
Ibrahim mengkritisi kualitas fundamental keuangan beberapa perusahaan yang melantai di bursa, yang menurutnya perlu menjadi perhatian utama BEI sebelum menyetujui IPO.
“Nah kita juga harus tahu bahwa perusahaan-perusahaan yang mau melakukan IPO itu harus jelas juga tentang masalah fundamental keuangan karena selama ini banyak juga perusahaan-perusahaan yang mau TBK di BEI ini perusahaan-perusahaan yang bakar uang,” bebernya.