Asosiasi Fintech Keberatan OJK Atur Batas Atas Bunga Pinjol

14 Mei 2025 20:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim dalam media briefing di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim dalam media briefing di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengaku keberatan pemerintah menetapkan batas atas suku bunga pinjaman harian untuk layanan peer to peer (P2P) lending.
ADVERTISEMENT
Saat ini batas atas suku bunga pinjaman harian untuk layanan P2P lending diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UU P2SK) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menetapkan bunga pinjaman konsumtif 0,3 persen dan produktif 0,1 persen.
Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim menuturkan sebetulnya anggota AFPI tidak ada yang menginginkan adanya aturan mengenai batas atas suku bunga pinjaman harian. Dia melihat pembatasan suku bunga pinjaman harian ini akan membuat terbatasnya konsumen yang dilayani oleh perusahaan pinjol. Sebab, perusahaan hanya bisa memberikan pinjaman kepada peminjam dengan profil risiko yang rendah.
“Bahkan kalau kita ditanya, nggak ada satu pun yang mau itu diatur. Secara pribadi saya kan juga anggota direksi salah satu platform, saya tidak mau diatur. (Soalnya) merugikan gitu kan ya,” kata Ronald dalam media briefing AFPI di Jakarta Selatan, Rabu (14/5)
ADVERTISEMENT
Dia juga menyoroti dana pinjaman yang dipinjamkan kepada peminjam berasal dari pemberi pinjaman, bukan dari platform. Sehingga pembatasan ini mengganggu kinerja usaha.
“Bukan kita loh yang memberikan pinjam hariannyaa pihak lain yang punya uang nah, kalau ada pembatasan-pembatasan artinya saya membatasi juga orang yang mau pinjamin itu kan mengurangi usaha saya, jadinya ruginya di situ,” imbuhnya.
Ilustrasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Kendati demikian, Ronald mengaku memahami pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meneken aturan ini bertujuan agar bisa membedakan antara pinjol legal dan ilegal.
Dia menyebut batas atas suku bunga pinjaman adalah salah satu alat untuk memberantas praktik pinjol ilegal yang menetapkan bunga tinggi.
“Tapi kita paham karena otoritas inginnya itu untuk memerangi pinjol ilegal, ya itulah salah satu alat untuk memerangi,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Terlebih menurut dia pertumbuhan usaha pinjol ilegal ini terbilang marak dan cepat sehingga jika tanpa ada pembatasan dikhawatirkan bisa menimbulkan kebingungan masyarakat sebagai peminjam. Sehingga dia berharap nantinya pemerintah bisa memberantas pinjol ilegal secara menyeluruh.
“Mungkin suatu saat nanti kalau seluruh pemangku kepentingan industri kita ini, termasuk AFPI, termasuk regulator berhasil membasmi pinjol ilegal. Jadi benar-benar hukum supply and demand lah yang berlaku, itu mimpi kita suatu saat,” tutur Ronald.
Batas atas pinjaman harian produktif mulanya tertuang dalam kode perilaku atau Code of Conduct yang dibuat AFPI atas arahan OJK pada 2018 sebesar 0,8 persen.
Kemudian diubah menjadi 0,4 persen per hari pada tahun 2021 dan dicabut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UU P2SK) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menetapkan bunga pinjaman konsumtif 0,3 persen dan produktif 0,1 persen.
ADVERTISEMENT
Ronald memastikan setelah UU P2SK disahkan dan OJK menerbitkan SEOJK No 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech, AFPI segera mencabut batas bunga maksimum sebesar 0,4 persen dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.