Asosiasi Keramik Sebut Kenaikan Harga Gas Industri Ancam Utilisasi Produksi

8 Mei 2025 18:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Keramik. Foto: Yoesoep Adji/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keramik. Foto: Yoesoep Adji/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menargetkan tingkat pemanfaatan kapasitas (utilisasi) produksi tahun ini mencapai 85 persen dengan adanya dukungan pemerintah seperti bea masuk antidumping (BMAD) hingga kebijakan SNI wajib untuk industri.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, mengatakan target utilisasi produksi keramik tahun ini bisa terancam akibat tingginya harga dan gangguan suplai gas untuk industri.
Pemerintah telah memperpanjang kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 76 Tahun 2024 untuk tujuh sektor industri, yang disertai dengan kenaikan harga gas dari USD 6,5 per Million British Thermal Units (MMBTU) ke USD 7 per MMBTU.
"Sangat disayangkan penerapan kebijakan tersebut tidak sesuai harapan industri keramik sepanjang bulan Januari-April 2025 ini, yang mana PGN menerapkan besaran persentase AGIT (Alokasi Gas untuk Industri Tertentu) yang semakin turun baik di Jawa bagian Barat maupun Jawa bagian Timur," ujar Edy dalam keterangannya, Kamis (8/5).
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, industri juga semakin tertekan dengan besaran AGIT per April 2025 untuk industri HGBT Jawa bagian Barat sebesar 65,3 persen dan Jawa bagian Timur sebesar 48,8 persen telah menggerus daya saing industri keramik nasional. Menurut Edy, industri harus berproduksi dengan rata-rata biaya gas yang naik menjadi lebih dari USD 8 per MMBTU.
"Artinya sekarang kurang lebih 15 persen lebih mahal dari kebijakan HGBT. Sangat disayangkan terlebih untuk Jawa bagian Timur yang seharusnya tidak ada kendala tentang suplai gas, namun diinfokan adanya gangguan di hulu, yang membutuhkan waktu perbaikan sampai Oktober mendatang," jelasnya.
Edy pun meminta Kementerian ESDM untuk mengatasi persoalan defisit pasokan gas. Menurutnya, hal ini mengganggu kelancaran industri keramik di Tanah Air. "Industri tidak mungkin bisa bertahan hidup dengan harga regasifikasi gas USD 16,77 per MMBTU," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketidakpastian suplai gas dan mahalnya harga surcharge gas atau harga regasifikasi gas dinilai dapat merusak iklim investasi dan kepastian berusaha di Indonesia. "Ini mengganggu roadmap industri keramik nasional yang telah merencanakan ekspansi kapasitas dari 625 juta m2 per tahun ke 718 juta m2 per tahun di akhir 2026 dan meningkat ke 850 juta m2 per tahun kapasitas produksi keramik di 2030," tambahnya.