Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Asosiasi Petani Tebu Khawatir Gula Impor Bakal Kembali Banjiri RI
6 Oktober 2022 19:25 WIB
·
waktu baca 3 menit![Aksi Demo Petani Tebu di depan Istana Negara Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1503900462/xevyq7rqkdchrrgblbq9.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut dia, pangkal persoalan dari penolakan terhadap rancangan perpres tersebut yaitu adanya potensi monopoli oleh BUMN serta kekhawatiran akan makin mulusnya jalan impor gula ke Indonesia. Soemitro khawatir, adanya Perpres tersebut dikhawatirkan pemerintah akan memberi fasilitasi PTPN III untuk melakukan impor gula.
“Dan ini ada pencanangan swasembada lagi di tahun 2025. Itu omong kosong dan hanya akal-akalan. Aneh, swasembada, tapi ujung-ujungnya impor,” kata Soemitro dalam keterangannya, Kamis (6/10).
Tak hanya itu, para petani tebu juga mengeluhkan tugas percepatan swasembada gula diserahkan ke PTPN III lewat skema penunjukan langsung. "Memangnya tugas swasembada bisa diselesaikan sendirian? Kan harusnya seluruh pabrik atau badan usaha gula bisa dapat penugasan juga dong. Enggak cuma PTPN saja," tegas dia.
Menurut Soemitro, kapasitas produksi perusahaan pelat merah tersebut belum cukup memadai untuk menyerap seluruh tebu petani. Sehingga, kata dia, kebijakan swasembada gula khawatir hanya akan menguntungkan segelintir pihak.
ADVERTISEMENT
“Ini sama saja dengan menjerumuskan presiden,” katanya.
Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan bahwa secara prinsip ekonomi penunjukan PTPN III ini sebagai pengolah gula kristal putih dan gula rafinasi bisa menimbulkan potensi monopoli produksi dari pihak pemerintah.
"Jika monopoli, bisa jadi PTPN III ini akan monopsoni juga, di mana nantinya untuk pembelian tebu dari petani akan dikendalikan oleh PTPN III," kata dia.
Terlebih, lanjut Nailul, sebelumnya Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mematok harga pembelian gula kristal putih (GKP) minimal Rp 11.500 per kilogram di tingkat petani. Harga ini dinilai akan membuat industri memiliki melakukan impor ketimbang menyerap gula petani dalam negeri.
"Ada kekhawatiran mengenai sistem pembelian dari PTPN III ke petani. Bahkan ini kalau kita lihat tarifnya kan Rp 11.500 per kg dari petani ke PTPN III, nah bisa memperlebar dengan harga gula internasional," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Pasti akan banyak yang memilih impor ketimbang menyerap dari dalam negeri kemudian stok dalam negeri tidak terserap. Makanya industri ini butuh keseimbangan," lanjutnya.
Menurut Nailul, daripada menerbitkan aturan baru yang berpotensi merugikan petani, lebih baik pemerintah memperbaiki sistem tanam tebu dan produksi gula di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberantas adanya makelar di sistem lelang tebu yang membuat petani merugi.
"Yang pertama pasti membuat petani lebih efisien dengan membuat harga beli dari petani yang kompetitif dan kandungan air yang sesuai sehingga kualitasnya bagus. Kedua adalah meminimalisasi adanya bandar di sistem lelang tebu," tambahnya.