Asosiasi: RI Punya 464 Titik Harta Karun Bawah Laut

6 Maret 2021 17:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyelam saat temukan harta karun kuno milik Lord Elgin Foto: Greek Ministry of Culture/P Vezyrtzis
zoom-in-whitePerbesar
Penyelam saat temukan harta karun kuno milik Lord Elgin Foto: Greek Ministry of Culture/P Vezyrtzis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT Indonesia (APPP BMKTI) mencatat setidaknya terdapat 464 titik harta karun bawah laut Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal APPP BMKTI, Harry Satrio mengatakan, saat ini terdapat tujuh perusahaan lokal yang beroperasi. Ia menyebut perusahaan lokal siap untuk diberdayakan dibandingkan mengizinkan investor asing mengeruk kekayaan laut Indonesia.
Adapun regulasi pemberian izin bagi investor asing terdapat pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Presiden Jokowi 2 Februari 2021 lalu.
“Sehingga jika fakta sebaran lokasi BMKT yang sejumlah 464 tersebut dapat dikelola dengan baik,” katanya kepada kumparan, Sabtu (6/3).
Berdasarkan dokumen yang diterima kumparan, lokasi harta karun bawah laut itu meliputi Selat Bangka (7 lokasi), Belitung (9 lokasi), Selat Gaspar, Sumatera Selatan (5 lokasi), Selat Karimata (3 lokasi), dan Perairan Riau (17 lokasi).
Kapal para pencari 'harta karun' di sungai musi, Palembang. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Selanjutnya, Selat Malaka (37 lokasi), Kepulauan Seribu (18 lokasi), perairan Jawa Tengah (9 lokasi), Karimun Jawa (14 lokasi), dan Selat Madura (5 lokasi).
ADVERTISEMENT
Potensi harta karun juga diperkirakan berada di NTB dan NTT (8 lokasi), Pelabuhan Ratu (134 lokasi), Selat Makassar (8 lokasi), perairan Cilacap (51 lokasi), perairan Arafuru (57 lokasi), dan perairan Ambon (13 lokasi).
Sisanya, berada di perairan Halmahera (16 lokasi), perairan Morotai (7 lokasi), Teluk Tomini, Sulawesi Utara (3 lokasi), Papua (32 lokasi), dan Kepulauan Enggano (11 lokasi).
Ia juga menjelaskan alasan lain yaitu terjadinya penguasaan asing dalam kerja sama dengan pengusaha lokal. Hal ini tentu memberikan kerugian bagi pengusaha lokal.
"Kenapa rugi, kalau dibuka pengusaha lokal kalau untuk asing saya asing enggak setuju nanti asing dana besar 50 persen. Setelah diambil itu akan akan dikuasai asing karena mereka punya dana," lanjutnya.
ADVERTISEMENT