Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) meminta agar maskapai penerbangan tidak melakukan refund tiket berbentuk voucher. Melainkan, tetap berbentuk dana atau uang yang bisa ditransfer ke rekening travel agent hingga customer.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Astindo, Pauline Suharno, mengatakan hal itu berkaitan dengan banyaknya pelanggan yang melakukan pembatalan (cancel) pemesanan tiket pesawat . Bukannya mendapatkan uangnya kembali saat refund, namun customer malah diganti voucher penerbangan lagi dengan batas waktu tertentu.
"Karena dalam kondisi saat ini seluruh industri khususnya dalam hal ini adalah travel agent pun sangat membutuhkan dana tunai,” ujar Pauline secara tertulis kepada kumparan, Selasa (21/4).
Pauline tak menafikan, di situasi pandemi saat ini, bisa saja memang maskapai penerbangan mengalami kesulitan keuangan akibat anjloknya jumlah penumpang. Dari data IATA (International Air Transport Association), tercatat penurunan volume penjualan tiket pesawat lebih dari 90 persen dalam kurun waktu hampir 3 bulan sejak 26 Januari hingga 17 April 2020.
Pengurangan besar-besaran frekuensi penerbangan serta semakin banyaknya negara yang melakukan partial entire lockdown, kata dia, memang mengakibatkan terjadinya minus billing atau nominal tiket yang dikembalikan atau dibatalkan lebih besar dari penjualan tiket.
ADVERTISEMENT
Maskapai pun kemudian mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan masih terbebani dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa pesawat, biaya parkir, maintenance pesawat, dan lain sebagainya.
“Penggunaan voucher refund membantu maskapai untuk menghemat cash yang harus dikeluarkan. Konsumen diharuskan untuk menunda perjalanan dan tidak membatalkan perjalanan," kata dia.
Namun yang terjadi saat ini, ia melanjutkan, banyak pula maskapai yang lantas berhutang kepada travel agent. Imbasnya, travel agent banyak mengalami kesulitan cash flow.
“Kondisi ini selain mengganggu cash flow travel agent, juga membahayakan bagi konsumen. Client korporasi atau pemerintah yang memiliki tempo kredit dengan travel agent umumnya enggan membayar tiket pesawat yang di-refund, sedangkan travel agent harus memproses refund kepada maskapai yang memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan," terang dia.
ADVERTISEMENT
Ia pun menekankan, tindakan maskapai tersebut memang bisa merugikan konsumen. Konsumen bisa saja mengalami masalah dengan usahanya akibat COVID-19, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan di kemudian hari ketika hendak memakai refund dalam bentuk voucher.
Pauline menambahkan, konsumen yang merencanakan bepergian untuk keperluan dinas mungkin saja, bisa jadi sudah tidak lagi bekerja di perusahaan yang sama. Selain itu, bisa jadi kegiatan yang akan mereka lakukan akan diadakan di kota lain, ternyata tidak ada penerbangan dengan maskapai tersebut.
Sementara, top up deposit mengendap di rekening bank maskapai dan tidak dapat diuangkan oleh travel agent.
Hingga saat ini, asosiasinya sudah menyurati maskapai penerbangan domestik terkait seperti Sriwijaya, Lion Air, Air Asia, Citilink, Garuda Indonesia. Namun, masih belum mendapat jawaban positif terkait permohonan travel agent agar dana tersebut ditransfer ke rekening travel agent.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana jika maskapai tidak sanggup bertahan menghadapi gempuran kesulitan selama pandemik COVID-19? Apakah ada jaminan bagi pemegang voucher refund, maupun bagi pengusaha travel agent, uang tiket akan dikembalikan utuh?” tutur Pauline.
Pauline menggambarkan kondisi yang selama ini pernah terjadi sebelumnya di beberapa maskapai termasuk maskapai penerbangan domestik seperti Batavia Air dan Adam Air ketika mereka berhenti beroperasi, seluruh dana refund konsumen dan top up deposit tidak dikembalikan kepada yang berhak yaitu konsumen dan travel agent.
Puluhan miliar uang milik konsumen dan travel agent pun dianggap bagian dari aset maskapai karena mengendap di rekening bank mereka. Sementara, menurutnya yang paling dirugikan di situasi saat ini adalah konsumen dan travel agent.
“Sangat disayangkan, baik konsumen maupun travel agent menjadi yang paling dirugikan dalam hal ini, maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT