Astra Agro Lestari Buka Suara soal Realisasi DMO Minyak Goreng

23 April 2024 17:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/8/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/8/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) buka suara mengenai Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang menyebut realisasi domestic market obligation (DMO) minyak goreng rendah.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur AALI, Santosa, mengatakan pihaknya selalu mengikuti aturan dan persyaratan yang ditentukan pemerintah untuk dapat mengekspor crude palm oil (CPO), termasuk perihal DMO.
“Saya mau konfirmasi yang diomongin kan industri tidak memenuhi. Kalau kita (AALI) komit, kita selalu memenuhi apa pun juga persyaratan untuk melakukan ekspor,” kata Santosa dalam Public Expose AALI di Menara Astra Jakarta, Selasa (23/4).
Realisasi DMO baik minyak goreng curah maupun MinyaKita hingga 19 April 2024 hanya sampai pada angka 82.531 ton atau 27,5 persen. Sedangkan realisasi DMO migor pada Maret 2024 capai 54,6 persen atau sebanyak 163.924 ton.
Santosa menuturkan kebijakan DMO dan DPO minyak goreng ini merupakan langkah pemerintah untuk mengendalikan gejolak harga minyak goreng pada 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Namun, Santosa menilai, asalkan pemerintah dapat mengawal proses distribusi migor dengan baik, maka gejolak harga seperti pada 2022 lalu.
“Sebagai alat kontrol (DMO DPO) mungkin diperlukan, kalau itu dilakukan distribusinya dengan baik sebelum 2022, tanpa ada DMO DPO juga semuanya bisa dikendalikan dengan baik,” tutur Santosa.
Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa, saat Talk to CEO 2024 di Hotel Gaia Bandung, Jumat (16/2/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Dia menilai gejolak harga yang terjadi pada 2022 lalu terjadi akibat dari permainan harga yang dilakukan oleh spekulan.
“DMO dan DPO itu positifnya untuk mengendalikan kelainan produksi. Tapi kalau tidak dilakukan dengan hati hati, sebenarnya juga akan membuat disparitas harga, di mana ada disparitas harga kalau tidak dilakukan dengan hati hati, banyak kenakalan, spekulatif,” jelasnya.
Santosa mengatakan pada 2022 harga minyak goreng sempat menyentuh angka Rp 22.000 per liter, padahal harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang ditetapkan pemerintah di angka Rp 14.000 per liter.
ADVERTISEMENT
"Bukannya tambah stabil harga, barang malah hilang di masyarakat, nggak ada barang. (Karena) ada yang menyapu, ada yang Rp 14.000, di repackage, gak ngapa ngapain, barang yang sama dijual Rp 22.000 (per liter), tapi dapat Rp 8.000 (per liter)," ujarnya.
“Sebenarnya selama distribusinya terjaga, tidak akan ada isu, pada tahun-tahun sebelum 2022 kita setiap Lebaran kita gak ada keributan yang berlebihan, Lebaran kenaikan harga biasanya temporer, kalau bisa kita antisipasi dengan baik, biasanya tidak diperlukan (DMO dan DPO),” kata Santosa.
Sebelumnya, dalam catatan kumparan, terjadi tren penurunan sejak September 2023, yang sebesar 98,3 persen atau sebanyak 294.858 ton, dari Agustus 110,4 persen atau 3311.348 ton.
Penurunan dilanjutkan pada Oktober menjadi 96,4 persen atau 286.161 ton, November 87,4 persen atau 262.135 ton, Desember 83 persen atau 249.044 to, Januari 70,7 persen atau 212.116 ton, Februari 43,8 persen atau 131.486 ton.
ADVERTISEMENT