Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ATS Bukan Lagi Anak Usaha, Lion Air Group Tak Terlibat Pengelolaan Bandara Halim
22 Juli 2022 19:20 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, Lion Air Group menegaskan bahwa Lion Air Group tidak terlibat atau tidak ada hubungan atau tidak terkait dalam pengelolaan bandar udara dimaksud" kata Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, melalui keterangan resmi, Jumat (22/7).
Danang meminta segala perkembangan pengelolaan Bandara Halim bisa langsung dikonfirmasi ke PT ATS. ATS saat ini merupakan anak perusahaan dari Whitesky Group.
CEO Whitesky Group, Denon Prawiraatmadja, sejauh ini belum mau banyak bicara mengenai PT ATS yang akan mengelola Bandara Halim.
"ATS anak perusahaan Whitesky Group, insyaallah dalam waktu dekat saya undang pers conference untuk lebih jelasnya," ujar Denon kepada kumparan, Jumat (22/7).
Masa Kontrak di Bandara Halim hingga 2031
ADVERTISEMENT
Angkasa Pura II (Persero) atau AP II harus hengkang sebagai pengelola Bandara Halim Perdanakusuma, setelah kini PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) dinyatakan menjadi pengelola yang baru.
Untuk bisa mengelola bandara tersebut, ATS membayar Rp 17,82 miliar kepada Induk Koperasi TNI AU. Rinciannya, Rp 7,03 miliar untuk kompensasi, Rp 8,44 miliar untuk kontribusi tahunan sejak tahun 2006-2007, dan Rp 2,34 miliar untuk pembayaran sewa ke kas negara tahun 2006/2007.
Dengan membayar Rp 17,8 miliar, ATS mendapatkan kontrak hak kelola selama 21 tahun atau hingga 10 Februari 2031.
"Akan tetapi sejak dibuat dan ditandatangani Perjanjian ini sampai diajukannya gugatan ini, Tergugat I (TNIA AU) tidak menyerahkan Objek Perjanjian kepada Penggugat (ATS)," demikian isi PK MA Nomor 527/PK/Pdt/2015.
ADVERTISEMENT
Merasa kecewa, ATS lalu menggugat TNI AU pada 2010, waktu di mana seharusnya mereka mulai mengelola bandara tersebut. ATS juga meminta TNI AU memperpanjang masa kontrak bandara hingga 10 Februari 2035.
Saat itu, ATS mengaku sudah memberi tahu AP II yang mengelola Bandara Halim mengenai hal ini. Bahkan ATS mengajak AP II untuk kerja sama memanfaatkan tanah dan objek perjanjian di bandara tersebut.
"Akan tetapi Tergugat II (AP II) tidak merespons secara positif dengan tindakan konkret untuk menanggapi maksud atau iktikad baik Penggugat, akan tetapi Tergugat II bahkan tetap menguasai atau mengelola lahan dan/atau apa saja yang berdiri di atas Objek Perjanjian tanpa alas hak yang sah atau tanpa izin dari Penggugat sebagai pemilik hak kelola atau memanfaatkan atas tanah dimaksud yang berakibat hak Penggugat tersebut dilanggar oleh Tergugat II," lanjut isi PK tersebut.
ADVERTISEMENT
Tak terima digugat ATS, AP II pun mengajukan eksepsi. AP II membantah, menyangkal, dan menolak seluruh dalil ATS dalam gugatannya. Dalam eksepsinya, AP II menilai gugatan ATS ceroboh dan kabur sebab yang digugat justru ATS sendiri sebagai subjek hukum lantaran Induk Koperasi TNI AU sebagai Tergugat I memegang 20 persen saham ATS.
MA menolak Permohonan Peninjauan Kembali AP II sebab bukti yang diajukan BUMN tersebut dianggap tak kuat melawan perjanjian antara ATS dan TNI AU yang dilakukan pada 2006.
Meski putusan PK MA atas kasus ini sudah ditetapkan pada 2016, ATS baru mendapatkan haknya mengelola Bandara Halim Perdanakusuma per hari ini yang diserahkan TNI AU.