Aturan Baru KKP yang Izinkan Cantrang Diteken Sebelum Edhy Prabowo Ditangkap KPK

22 Januari 2021 19:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) usai dihadirkan di konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11).
 Foto: Humas KPK
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) usai dihadirkan di konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Humas KPK
ADVERTISEMENT
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini mengizinkan lagi cantrang digunakan sebagai alat tangkap ikan. Ini terjadi setelah Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 diganti dengan Permen KP Nomor 59 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyoroti perubahan aturan KKP ini. Deputi Pengelolaan Pengetahuan KIARA, Parid Ridwanuddin, menyayangkan proses diskusi dengan LSM baru digelar setelah aturan disahkan.
Terlebih lagi, Parid menilai ada sejumlah kejanggalan yang mengiringi perubahan aturan tersebut. Salah satunya yakni penandatanganan aturan itu dilakukan tepat sebelum Menteri KP Edhy Prabowo kunjungan kerja ke Amerika Serikat.
"Permen ini ditandatangani 18 November, satu hari sebelum Pak Edhy berangkat ke Amerika. Kemudian diundangkan 30 November 2020, beberapa hari setelah Pak Edhy ditangkap KPK," ujar Parid dalam sosialisasi dan diskusi yang digelar KKP, Jumat (22/1).
Nelayan Masalembu Menolak Cantrang Foto: Dok. Istimewa
Belum lagi aturan tersebut menurutnya, juga bertentangan dengan kajian yang pernah dikeluarkan KKP sendiri soal cantrang. Ia kembali mengingatkan kajian KKP tahun 2018 mengenai statistik sumber daya laut dan pesisir.
ADVERTISEMENT
Kajian itu berisi sejumlah dampak penggunaan cantrang, mulai dari menimbulkan metode penangkapan yang tidak efektif dan ramah lingkungan, hingga menyebabkan terjadinya konflik horizontal di kalangan nelayan.
"Jadi belum genap 3 tahun, Permen ini kemudian tidak sesuai dengan kajian. Jadi ada kajian KKP sendiri yang bertentangan dengan Permen ini," jelasnya.
Terakhir yang ia soroti yakni soal penempatan nelayan tradisional di zona 1 alias di wilayah laut 0-4 mil. Ini bakal mempersempit ruang gerak nelayan tradisional.
"Di ruang laut 0 sampai 4 mil, nelayan kecil harus bertarung dengan proyek reklamasi, tambang, pembuangan limbah dan sebagainya. Kebijakan ini mempersempit ruang tangkap nelayan," pungkas Parid.