Aturan Impor Harus Perhatikan Keseimbangan Industri Dalam Negeri

18 Januari 2025 21:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang-barang impor ilegal yang tersita saat Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) melakukan sidang di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta, Jumat (26/7/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang-barang impor ilegal yang tersita saat Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) melakukan sidang di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta, Jumat (26/7/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 8 tahun 2024 tentang Revisi ketiga Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Peraturan Impor, dinilai harus memasukkan poin persetujuan impor baik dari kementerian ataupun lembaga terkait.
ADVERTISEMENT
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan pemberian kemudahan perizinan impor yang mempertimbangkan kondisi dalam negeri harus dimasukkan dalam aturan yang nantinya diterbitkan sebagai hasil revisi Permendag 8/2024.
“Pemberian persetujuan dari kementerian/lembaga terkait harus jadi pertimbangan utama dalam arus masuk barang,” kata Nailul kepada kumparan, Sabtu (18/1).
Kementerian dan lembaga terkait ini harus yang mengetahui kebutuhan industri. Selain itu, menurut dia, penghapusan instrumen persyaratan impor seperti Perizinan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS), untuk beberapa komoditas akan mempermudah barang impor masuk.
“Ada juga ketentuan Neraca Komoditas yang selama ini tidak dikerjakan, yang menjadi dasar impor barang. Tentu Neraca Komoditas merupakan sesuatu yang bagus namun tidak menjadi pegangan penuh perizinan impor,” terang Nailul.
ADVERTISEMENT
Selain merombak aturan impor yang berlaku saat ini, Nailul mengatakan industri juga membutuhkan aturan restriksi perdagangan. Dia berkaca pada upaya Amerika Serikat (AS) dalam melindungi industri dalam negeri.
Menurut dia, meskipun AS merupakan kiblat perdagangan bebas, tetapi negara adidaya ini tetap memiliki kebijakan perlindungan perdagangan yang terhitung banyak. Sementara Indonesia belum sampai di tahap itu.
“Bahkan mereka mempunyai special safeguard yang cukup tinggi dibandingkan negara lain. Itu mereka sudah negara maju. Indonesia, negara berkembang, tapi takut jika melakukan safeguard, anti-dumping, dan sebagainya,” jelas Nailul.
“Indonesia juga perlu meningkatkan lagi jumlah trade measures untuk melindungi pasar dalam negeri. Perlindungan ini harus diukur dampak dan implementasi yang positif. Salah satu yang bisa dilakukan dengan menggenjot safeguard bagi barang-barang lokal,” imbuhnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bersama jajaran menyaksikan pemusnahan barang impor ilegal di Kantor Kementerian Perdagangan RI, Jakarta, Senin (19/8/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Senada dengan Nailul, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan kebijakan impor yang ideal untuk pertumbuhan industri memang perlu memperhatikan keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kebutuhan bahan baku impor.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, industri membutuhkan kebijakan impor yang memberikan kepastian dalam rantai pasok, namun tetap mendorong penggunaan produk lokal.
“Kebijakan tersebut sebaiknya bersifat selektif (yaitu) memudahkan impor bahan baku dan barang modal yang memang belum dapat diproduksi di dalam negeri, namun memberi perlindungan yang memadai untuk produk yang sudah mampu diproduksi secara lokal,” kata Yusuf kepada kumparan, dikutip Sabtu (18/1).
Hal ini yang menurut dia harus ada dalam beleid terbaru yang merupakan hasil revisi Permendag 8/2024 nantinya. “Beberapa poin krusial yang perlu ditinjau ulang adalah mekanisme pengawasan impor yang lebih ketat, terutama untuk produk-produk yang berpotensi membanjiri pasar domestik,” terangnya.
Yusuf melihat, meskipun tidak harus sama seperti aturan sebelumnya yaitu Permendag 36/2023, namun ada beberapa poin dalam aturan tersebut yang harus dipertimbangkan dimasukkan kembali ke revisi Permendag 8/2024.
ADVERTISEMENT
“Seperti verifikasi teknis yang lebih rigid dan pembatasan pintu masuk impor. Namun hal ini perlu diimbangi dengan kemudahan bagi importir yang memiliki track record baik dan terbukti mendukung industri dalam negeri,” jelasnya.
Dia menilai pemerintah harus menciptakan kebijakan yang memberikan insentif bagi penggunaan komponen lokal sambil tetap menjaga kelancaran arus perdagangan.
“Kebijakan impor yang ideal harus mampu mendorong transfer teknologi dan peningkatan kapasitas industri dalam negeri, bukan sekadar membuka akses pasar,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso membuka peluang revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 Tahun 2024, buntut dari banyak pihak yang memprotes regulasi terkait kebijakan dan pengaturan impor tersebut.
Budi mengakui pihak kemendag sudah rutin mengevaluasi dan menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait Permendag 8/2024.
ADVERTISEMENT
Pembahasan terkait pembenahan kebijakan impor, kata Budi, hingga kini masih terus berlangsung di bawah naungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Dia pun membuka potensi regulasinya direvisi kembali.
Bisa diubah kalau nanti hasil-hasil reviewnya ini. Tidak hanya Permendag 8, apa saja. Perdagangan dalam negeri juga begitu ya, kita tidak boleh statuskan, semua kebijakan perdagangan itu dinamis," tegas Budi usai konferensi pers, Senin (6/1).