Aturan Pajak Progresif Bisa Atasi Ketimpangan Penguasaan Lahan

5 Februari 2017 12:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi properti (Foto: Ari Bowo Sucipto/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi properti (Foto: Ari Bowo Sucipto/Antara)
Pemerintah akan segera menerbitkan peraturan mengenai pajak progresif atas tanah tak produktif atau nganggur. Selain untuk mengatasai masalah ketimpangan kepemilikan tanah, beleid itu juga diklaim menjadi solusi agar tidak ada lagi spekulan yang membuat harga tanah melambung tinggi.
ADVERTISEMENT
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, berdasarkan laporan Institut Global Justice (IGJ) hingga 2015 terdapat 175 juta hektare atau setara 93 persen luas daratan di Indonesia dimiliki pemodal swasta dan asing. Bahkan, 56 persen tanah dikuasai oleh hanya 0,2 persen penduduk Indonesia.
“Ini menyebabkan ketimpangan lahan semakin tak terkendali. Berdasarkan data indeks gini (rasio ketimpangan) penguasaan lahan di Indonesia, ketimpangan dalam pemilikan lahan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir makin melebar,” kata Bhima kepada kumparan, Minggu (5/2).
Menurut Bhima, jika dilihat berdasarkan data terakhir indeks gini atau rasio ketimpangan kepemilikan lahan yang dipotret melalui sensus pertanian pada 2013, ketimpangan penguasaan lahan tercatat 0,64. Padahal, pada 1973 indeks gini ketimpangan kepemilikan lahan masih berada di angka 0,54.
ADVERTISEMENT
“Dengan masalah ketimpangan lahan yang akut tersebut, penerapan pajak progresif tanah menjadi sangat urgen untuk dilakukan,” ujarnya.
Ia memaparkan, ada tiga alasan utama mengapa aturan pajak progresif perlu segera diterapkan. Selain fungsi pajak progresif tanah untuk meningkatkan produktifitas ekonomi, aturan itu juga penting bagi BUMN dan instansi pemerintah untuk mendayagunakan tanah menganggur dan bisa meningkatkan pendapatan negara dari pajak.
Bhima mencontohkan Denmark yang menerapkan pajak progresif tanah nganggur. Kebijakan itu ternyata berhasil menambah pasokan rumah baru karena pemilik lahan tidur segera membangun rumah sebelum dikenai tambahan pajak.
“Karena takut dikenai pajak tinggi maka banyak tanah nganggur yang akan segera dijadikan usaha dadakan atau segera dibangun properti. Dengan begitu akan membuka lapangan kerja yang besar. Secara agregat ekonomi juga akan tumbuh,” kata Bhima.
ADVERTISEMENT