Aturan Wajib SNI di RI Masih Minim, Impor Produk Konsumsi Bisa Makin Marak

16 Oktober 2024 15:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan saat ini Indonesia hanya memiliki sekitar 5.300 standardisasi produk manufaktur.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi menuturkan, dari angka tersebut, hanya 130 yang telah diberlakukan oleh Kemenperin. Menurut dia, angka ini lebih kecil dari angka standardisasi yang dimiliki negara-negara di ASEAN.
Meskipun Andi tidak menjelaskan secara rinci angka rata-rata jumlah standardisasi yang dimiliki negara-negara di ASEAN.
“Ternyata Indonesia ini dibandingkan dengan negara-negara ASEAN paling sedikit memberlakukan SNI wajib, dari 5.000 mungkin hanya 4 atau 3 persen, yaitu 130 SNI yang diwajibkan,” kata Andi di Jakarta Selatan, Rabu (16/10).
“Sementara negara yang lain, Vietnam, Thailand, Malaysia apalagi China itu jumlah standar yang sudah diwajibkannya lebih banyak lagi,” imbuhnya.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi usai acara Sosialisasi 16 Permenperin Standarisasi Produk Industri, di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Menurut dia, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah di sektor perdagangan untuk membendung produk impor agar tidak masuk ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
“Karena semakin sedikit standar kita lakukan secara wajib (SNI), maka semakin terbuka juga peluang untuk impor produk-produk konsumsi,” tambah Andi.
Sebab, masuknya produk-produk konsumsi ini mengganggu industri dalam negeri, meski hanya berkontribusi 10 hingga 15 persen dalam neraca impor.
Di saat yang bersamaan, Andi menyebut, pihaknya juga tidak bisa memaksa untuk terus menambah SNI yang berlaku. Hal ini karena perlu memperhatikan kesiapan industri terlebih dahulu. Selain itu, Kemenperin juga masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengevaluasi 5.300 SNI tersebut.
“Lihat sikon (situasi dan kondisi), jangan sampai niatnya mengembangkan, tapi karena belum siap malah jadi mematikan industri dalam negeri. Yang jumlahnya 5.000 masih kita evaluasi, mungkin ada yang sudah tidak sesuai jadi perlu direvisi atau mungkin diabolisi,” terang Andi.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 5.300 SNI manufaktur adalah bagian dari 12.000 hingga 15.000 total SNI yang dikelola oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).