Bagi Hasil Migas Tak Wajib Pakai Gross Split, Begini Penjelasan ESDM

14 Januari 2020 20:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ladang minyak Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ladang minyak Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM buka suara soal rencana mengubah skema bagi hasil minyak dan gas antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Bagi hasil tersebut tak lagi wajib pakai Gross Split.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, ke depannya kontrak bagi hasil tak harus Gross Split. KKKS bisa memilih menggunakan Gross Split atau skema Cost Recovery yang lebih dulu ada.
“Supaya tidak timbulkan polemik, ada kontrak yang pakai Gross Split dan Cost Recovery, ya sudah. Kan sebenarnya pemerintah masih terapkan dua-duanya. Kita tidak pernah katakan wajib atau harus pakai Gross Split. Ada kok (blok atau wilayah kerja migas) eksisting yang pakai Cost Recovery,” kata Djoko dalam konferensi pers di Gedung Migas, Jakarta, Selasa (14/1).
Skema Gross Split diterapkan dalam kepemimpinan Menteri ESDM sebelumnya, Ignasius Jonan. Adalah Wakil Menteri ESDM saat itu, Arcandra Tahar, yang saat itu mengusulkan aturan ini karena dianggap lebih menguntungkan pemerintah sebab semua biaya pencairan sumber migas hingga produksi ditanggung sendirian oleh KKKS.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam konsep Cost Recovery, bagi hasil ke pemerintah lebih besar karena ikut menanggung biaya operasional dan produksi yang dilakukan KKKS.
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Meski begitu, saat ini pemerintah masih butuh waktu untuk menetapkan aturan ini. Sebab, untuk WK eksplorasi alias blok baru, penentuan bagi hasil atau split pemerintah lebih sulit ditentukan karena belum tentu menghasilkan migas.
Sementara untuk WK eksploitasi, lebih mudah mengatur bagi hasilnya karena sumber daya alam yang dicari sudah kelihatan.
“Kita memang sedang siapkan dua konsep itu, dokumen lelang kontraknya yang satu Gross Split dan Cost Recovery. Jadi perlu waktu, kita tidak hanya satu konsep, tapi dua konsep cuma perlu waktu supaya keekonomian sama,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dari 254 kontrak KKKS, termasuk yang terminasi, baru 45 yang berkontrak dengan skema Gross Split. Sisanya yakni sekitar 200 WK berkontrak menggunakan Cost Recovery. Salah satu kontrak WK eksisting yang menggunakan skema Cost Recovery adalah Blok Masela di Tanimbar, Maluku oleh perusahaan migas asal Jepang, Inpex Corporation.
“Jadi kontrak Cost Recovery masih lebih banyak sekitar 1:4 dengan Gross Split,” jelas dia.