Bahlil Buka Suara Soal Rusia Hengkang dari Kilang Tuban
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Bahlil menjelaskan, pihaknya sudah berdiskusi dan melakukan evaluasi mengenai masalah tersebut. Dia bilang Pertamina harus melakukan penataan ulang.
"Kalau memang memungkinkan untuk dilanjutkan, kalau tidak harus ada solusi," kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/10).
Sayangnya bahlil tidak bisa memastikan apakah ada pengganti mitra untuk membangun kilang di Tuban. "Nanti kita lihat," imbuhnya.
Sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah meminta Pertamina mencari investor baru di salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) itu karena tidak ada kepastian dari Rosneft.
"Investornya diminta dicarikan dan diberikan tenggat waktu karena dari Rusia menghadapi blokade dan persoalan ekonomi dan geopolitik sehingga mungkin sulit untuk melanjutkan dicarikan partner lain," terangnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/10).
ADVERTISEMENT
Pertamina dan Rosneft membangun perusahaan patungan (joint venture) pada November 2017 dengan nama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia untuk bikin proyek Kilang Tuban. Sebanyak 55 persen saham di proyek ini dipegang Pertamina dan 45 persen dikempit Rosneft.
Kilang Tuban didesain untuk memiliki kapasitas pengolahan utama hingga 15 juta ton per tahun (Million Metric Tons per Annum/MMTA).
Sebagian di antaranya akan mengolah petrokimia seperti produk etilen sebanyak 1 MMTA dan hidrokarbon aromatik sebanyak 1,3 MMTA. Target beroperasi 2025.
Pada 2019, Pertamina dan Rosneft teken kerja sama dengan Spanish Tecnicas Reunidas SA untuk melaksanakan Basic Engineering Design (BED) dan Front-End Engineering Design (FEED) terkait proyek pembangunan kompleks kilang minyak dan petrokimia di Tuban. Kesepakatan kerja sama dilakukan di Moskow, Rusia.
ADVERTISEMENT