Bahlil Klaim Indonesia Surplus Gas di 2026, Tapi Masih Impor LPG

7 November 2024 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyelesaikan pengisian gas elpiji 3 kg di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE) Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (25/5/2024). Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan pengisian gas elpiji 3 kg di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE) Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (25/5/2024). Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengeklaim Indonesia bakal surplus gas di tahun 2026. Meski begitu, Indonesia masih sangat bergantung pada impor LPG.
ADVERTISEMENT
Bahlil mengatakan, Indonesia memiliki banyak produksi gas alam. Namun, pasokannya belum seimbang di setiap daerah karena infrastruktur gas yang belum tersambung.
Contohnya antara Jawa Timur dan Jawa Barat. Pipa gas yang seharusnya menyambungkan kedua daerah hingga kini belum rampung dibangun, yaitu Pipa Transmisi Gas Cirebon Semarang (Cisem) yang konstruksinya baru memasuki tahap kedua.
"Gas kita ini melimpah sebenarnya, 2026 kita surplus gas. Tapi tidak bisa kita lakukan secara baik antara di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah karena pipa kita yang belum bagus," ungkapnya saat Rakornas Pemerintah Pusat dan Daerah 2024 di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis (7/11).
Dengan begitu, Bahlil meminta pembangunan infrastruktur gas ini dipercepat sebelum Indonesia mengalami surplus gas. Pasalnya, gas yang tidak bisa tersalurkan atau terjual akan terus mengendap.
ADVERTISEMENT
"Kita sekarang lagi mendorong untuk melakukan pipa secara baik agar bisa kita lakukan. Nah ini kita lagi dorong terus. Sisanya kita akan membangun industri dalam negeri," tuturnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meresmikan pengelasan pertama (first welding) pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap II di KIT Batang, Senin (30/9/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Di sisi lain, meskipun produksi gas melimpah, Indonesia masih bergantung pada impor LPG. Sebab, bahan baku LPG, Propane (C3) dan Butane (C4), tidak banyak ditemukan di Indonesia.
Bahlil mencatat Indonesia harus mengimpor sekitar 6-7 juta ton, karena produksi LPG di dalam negeri hanya sekitar 1 juta ton namun konsumsinya bisa mencapai 8 juta ton, dengan total subsidi yang digelontorkan Rp 83 triliun per tahun.
"Ini ada pemain-pemain yang mencoba untuk pertama adalah tidak menyalurkan langsung atau menaikkan harga. Kemarin di Jawa Tengah sempat terjadi kenaikan harga LPG," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Koordinator Penyiapan Program Migas Rizal Fajar Muttaqien menuturkan, berdasarkan Neraca Gas Indonesia (NGI) 2023-2032, kebutuhan gas Indonesia secara nasional hingga tahun 2032 dapat dipenuhi dari proyek-proyek gas dan pasokan potensial.
"Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas di beberapa wilayah di Indonesia. Negara kita masih memiliki peluang untuk memproduksi LNG secara signifikan hingga tahun 2035," ujar Rizal melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (16/6).
Rizal melanjutkan, dalam beberapa tahun ke depan, akan ada pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Bontang, Tangguh dan Masela yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri dalam mendukung transisi energi.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, volume pemanfaatan gas bumi untuk domestik sebanyak 5.868,52 BBTUD pada tahun 2023, sementara ekspor sekitar 1.794 BBTUD.
ADVERTISEMENT
Tercatat, volume pemanfaatan gas bumi domestik sudah lebih besar dibandingkan ekspor sejak tahun 2012 dan konsisten hingga saat ini.
Adapun pemanfaatan gas bumi terbesar adalah sektor industri sebesar 30,83 persen, pupuk 11,72 persen, dan ketenagalistrikan 11,82 persen. Sementara porsi ekspor dari total pemanfaatan gas bumi yakni LNG 22,12 persen dan gas pipa 8,45 persen.