Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Bahlil Minta Jangan Paksa PLTU Pensiun Dini, Akui Sulit Cari Pendanaan
4 Februari 2025 7:38 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bahlil menegaskan pemerintah sudah komitmen dan membuat perencanaan pensiun dini PLTU. Namun setidaknya dengan dua syarat, yakni ada lembaga keuangan yang mendanai secara ekonomis, kemudian tidak membebani negara, PT PLN (Persero), dan masyarakat.
Dia mencontohkan, rencana penisun dini PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) tujuh tahun lebih awal dari masa kontrak, sudah akan dijalankan karena dibiayai oleh Asian Development Bank (ADB).
"Jangan maksa negara kita mempensiunkan-pensiunkan PLTU, habis itu cuma omon-omon, uangnya enggak ada. Maksudnya, kita ambil uang dari mana?" kata Bahlil saat konferensi pers capaian kinerja ESDM, dikutip pada Selasa (4/2).
Bahlil menjamin jika sudah ada komitmen pendanaan untuk pensiun dini PLTU, maka pemerintah akan melakukan hal tersebut. Pasalnya, program tersebut tidak murah dan akan berdampak besar bagi kenaikan harga listrik di konsumen.
"Jadi kalau ditanya, Menteri ESDM atau negara mau enggak pensiunkan? Mau. Catatannya, kasih cuannya. Kasih uangnya, enggak boleh bunga mahal, pinjaman jangka panjang, dengan harga sampai ke rakyat yang murah, dan tidak membebani terlalu besar subsidi," jelas Bahlil
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan jika ada konversi PLTU menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang lebih cepat prosesnya, membutuhkan kenaikan biaya operasional hingga Rp 72 triliun untuk 1 tahun, karena setiap 1 gigawatt (GW) PLTG, membutuhkan 25 kargo LNG dengan asumsi harga USD 10 per mmbtu.
Maka, kata Bahlil, jika dibutuhkan konversi PLTG dengan total kapasitas 10 GW, perlu biaya Rp 720 triliun dalam 1 tahun karena membutuhkan 250 kargo LNG.
Bahlil menggarisbawahi mahalnya biaya investasi itu membuat kenaikan harga listrik masyarakat. Sebab, harga listrik PLTU biasanya berkisar 4-5 sen per KWh, namun PLTG bisa melonjak hingga 10 sen per KWh. Dengan begitu, Indonesia kini masih sangat membutuhkan batu bara, sama halnya dengan negara berkembang lain.
ADVERTISEMENT
"Energi kita yang sekarang paling banyak adalah air, batu bara, angin, listrik. Di China, di India, itu semuanya tidak memakai gas. Mereka blending, tetap batu bara, angin, matahari. Tapi batu bara yang bersih, dengan menangkap carbon capture," tutur Bahlil.
Dia lalu meminta agar tidak menyamakan peta jalan kebijakan energi Indonesia dengan negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), yang pada akhirnya juga mundur dari Perjanjian Paris terkait komitmen pengurangan emisi karbon global.
"Amerika sekarang keluar daripada perjanjian Paris Agreement, padahal mereka juga yang bikin ini Paris Agreement. Kalau ada yang sudah keluar, masa kita gas terus? Boleh kita ikut, tapi ya kita hitung-hitunglah mana yang baik," ungkap Bahlil.
"Yang tahu tujuan negara ini kita, terkecuali baseline kita sudah sama dengan negara lain. Ini kita ini negara berkembang. Kita lagi berusaha untuk menjadi negara maju. Jadi jangan kita pakai baseline negara maju. Negara maju aja lagi keluar dari baseline yang mereka buat," tambahnya.
ADVERTISEMENT