Bahlil Soal Ekspor EBT: Jangan Senjata Kita Kasih Orang

25 September 2024 14:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat menghadiri acara kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/9/2024).
 Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat menghadiri acara kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/9/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyinggung soal ekspor Energi Baru Terbarukan (EBT). Menurutnya potensi EBT harus dimanfaatkan lebih banyak untuk kepentingan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Menurut Bahlil, Ia lebih berani memilih untuk mengambil konsekuensi ketimbang perdagangan bebas. Hal ini agar potensi EBT yang dimiliki Indonesia tidak menjadi hal yang digunakan oleh negara asing untuk merugikan Indonesia.
“Dengan energi baru terbarukan. Bagi saya, saya pakai konsekuensi daripada perdagangan bebas, itu enggak ada masalah. Tapi kita harus berhati-hati dalam menolaknya. Jangan senjata kita kasih kepada orang untuk orang hajar kita,” dalam Kumparan Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Selasa (24/09).
Bahlil bilang jika potensi EBT malah diberikan ke pihak asing sedangkan kebutuhan EBT di Indonesia masih belum tercukupi maka Indonesia bisa saja hanya menjadi tempat orang membangun industri di mana emisi CO2 nya akan muncul di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saya tidak bisa membayangkan ketika nilai competitiveness kita, ya keunggulan “competitiveness kita, energi baru terbarukan ini kita kasih ke orang, di saat negara kita belum cukup, dan orang membangun industri nya, setelah itu CO2 nya dikirim ke Indonesia, mau jadi apa bangsa kita?, ” lanjutnya
Bahlil juga optimis generasi muda khususnya milenial sudah menjadi pelopor pemikiran tentang kehidupan berkelanjutan. Maka dari itu generasi di atasnya harus mampu menerjemahkan aspirasi tersebut.
“Jadi, saya berpikir sebagai generasi muda, kita ini kan generasi 50 tahun ke bawah, harus mampu menerjemahkan apa yang menjadi pikiran-pikiran daripada generasi milenial dan kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi kita ke depan,” kata Bahlil.
Bahlil juga bilang ia tidak tidak ingin menjadi menteri atau pemimpin partai politik yang meninggalkan beban sejarah pada generasi selanjutnya. Ia juga bercerita tentang generasi muda yang bukan lagi berfokus pada keuntungan materi melainkan tentang kebijakan yang mendukung proses keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak bisa lagi bicara tentang bagaimana ingin dapat duit, gak bisa. Itu jaman saya jadi pengusaha dulu. Saya kalau pulang ke rumah, sebelum saya membuat kebijakan, anak saya keluar kebetulan satu kuliah di UI, satu kuliah di UGM. Itu bukan persoalan mereka dapat jajan berapa, tapi mereka selalu menanyakan kepada saya, kebijakan apa yang Bapak buat untuk menyelamatkan bumi dan menyelamatkan generasi kami,” tuturnya.