Bahlil Target B60 Berjalan di 2027, Ekspor Sawit Disebut Bisa Turun 15 Juta Ton

9 November 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2024).  Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan mandatory biodiesel 60 persen (B60) yang ditargetkan mulai berjalan pada 2027, diprediksi dapat mengurangi porsi ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) hingga 15 juta ton. Saat ini, Indonesia baru melaksanakan mandatory B35, kemudian baurannya akan meningkat di awal Januari 2025 nanti menjadi B40.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan jika tidak ada peningkatan produksi CPO, maka kebijakan B60 akan mengurangi porsi ekspor pengusaha.
"Kalau produksi seperti sekarang berarti ekspor harus dikurangi sekitar 13-15 juta ton, artinya sangat berat sebaiknya ditingkatkan terlebih dahulu produktivitas dan produksinya," jelas Eddy kepada kumparan, Sabtu (9/11).
Berdasarkan catatan BPDPKS, implementasi B40 memerlukan setidaknya 16 juta kiloliter biodiesel, ada penambahan sebesar 2,6 juta kiloliter bila dibandingkan dengan kebutuhan CPO untuk program B35.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, mengatakan sebelum menuju penerapan B60, pemerintah perlu meningkatkan produksi CPO.
"Dengan serapan yang begitu besar untuk energi, lantas bagaimana dengan ekspor, yang jelas akan menurun drastis atau bahkan tekor, karena dana sawit yang selama ini dikelola oleh BPDPKS berasal dari pungutan ekspor," jelas Gulat.
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
Dengan demikian, kata dia, BPDPKS perlu mencari dana tambahan untuk membayar selisih Harga Induk Pasar (HIP) Solar dengan HIP Biodiesel, jika tren ekspor CPO menurun.
ADVERTISEMENT
Gulat menilai, terdapat peluang bagi Indonesia meningkatkan produktivitas CPO dengan intensifikasi melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Faktanya pada 5 tahun terakhir produksi CPO Indonesia stagnan, memang tidak menurun, tapi tidak meningkat, di saat yang bersamaan serapan domestik naik," tutur Gulat.
Dia menyarankan agar pemerintah melakukan peremajaan kebun sawit rakyat seluas 2,4 juta hektare. Dengan begitu, diperkirakan produksi CPO Indonesia bisa mencapai 100 juta ton per tahun di 2035.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan implementasi mandatory biodiesel 60 persen (B60) ditargetkan mulai berjalan pada tahun 2027.
"Sekarang ini kita sudah mencapai di B40 akan diterapkan di 1 Januari, dan B50 nanti kita rencanakan di 2026, dan 2027 kita naikkan lagi menjadi B60," ungkap Bahlil saat Rakornas Pemerintah Pusat dan Daerah 2024 di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis (7/11).
ADVERTISEMENT
Bahlil menuturkan, 49 persen konsumsi BBM diserap sektor transportasi, sementara 34 persen oleh sektor industri. Maka untuk mengurangi tekanan pada keuangan negara, diperlukan upaya penghematan.
Pasalnya, Indonesia masih bergantung pada impor minyak mentah dan BBM. Bahlil mengungkapkan devisa negara yang digunakan untuk impor migas mencapai Rp 500 triliun per tahun.
Setidaknya, kata dia, ada dua cara untuk menekan impor migas tersebut. Pertama, meningkatkan produksi migas di dalam negeri. Kemudian, mengkonversi BBM dengan campuran bahan bakar nabati (BBN), seperti biodiesel.