Bahlil Tawarkan Kerja Sama PLTA Kayan dan Mamberamo Papua ke China

3 September 2024 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Foto: Kementerian ESDM
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Foto: Kementerian ESDM
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menawarkan peluang kerja sama Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kayan (13.000 MW) dan Mamberamo, Papua (24.000 MW) kepada China.
ADVERTISEMENT
“Ini sebuah potensi yang kita tawarkan ke Tiongkok untuk bisa berkolaborasi bersama. Ini tidak mungkin kita lakukan sendiri,” kata Bahlil dalam keterangan resminya, Selasa (3/9).
Bahlil mengatakan, sektor energi memiliki peran vital dalam mendorong peningkatan perekonomian dan kemajuan teknologi antara dua pihak.
“Kami berkomitmen memajukan tujuan bersama yang mencakup pengembangan energi berkelanjutan, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
Bahlil menyinggung transisi energi sebagai terobosan utama dalam mewujudkan komitmen global guna mencapai dekarbonisasi. Indonesia bahkan menunjukkan sikap serius atas upaya tersebut kepada pemerintah Tiongkok.
“Kami telah mengembangkan Peta Jalan Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) yang komprehensif di sektor energi,” ungkapnya.
Lokasi bendungan PLTA Kayan Hydro. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah di masa mendatang adalah keberadaan hilirisasi yang berorientasi green energy dan green industry. “Kunci dari implementasi kebijakan ini adalah keberadaan listrik,” tambah Bahlil.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan roadmap transisi energi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi menuju karbon netral dari sisi suplai, seperti fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, dan hidrogen. Di samping itu, langkah lain yang diambil adalah penghentian pembangkit listrik batubara secara bertahap, dan penggunaan teknologi rendah emisi, yaitu teknologi CCS/CCUS.
Sementara dari sisi demand, antara lain pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pemanfaatan biofuel, dan penerapan manajemen energi.
Bagi Indonesia, kemampuan mencapai NZE di tahun 2060 harus tetap mempertimbangkan konteks dan kondisi nasional di masing-masing negara. Misalnya, Indonesia masih mengoptimalkan pengembangan energi fosil selaras dengan kemajuan masif pembangunan infrastruktur energi bersih.
“Kita sedang mengkaji, memperhitungkan, dan mengkalkulasi tentang kebutuhan (energi) dalam negeri dengan geopolitik ekonominya,” ungkap Bahlil.
ADVERTISEMENT
Ia meyakini, kerja sama dan program yang telah dihasilkan di bawah kerangka bilateral Indonesia-Tiongkok terus menunjukkan progres yang signifikan.
“Tidak perlu ada keraguan dalam kebersamaan (kerja sama) ini. Saya yakin yang pertama dalam investasi adalah nyaman. Dan Indonesia menawarkan rasa kenyamanan itu,” tegas Bahlil.
***
Ragam konten berkualitas dan inklusif tentang inisiatif individu, komunitas, dan pemangku kepentingan untuk mendorong terciptanya bumi berkelanjutan hanya di kumparan.com/greeninitiative