Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Bahlil Tegaskan Hilirisasi Batu Bara Wajib, Tak Terbatas DME
5 November 2024 10:34 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan program hilirisasi batu bara wajib untuk beberapa perusahaan dan tidak terbatas untuk proyek gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter (DME).
ADVERTISEMENT
Bahlil menyebut proyek DME yang sempat digadang-gadang menjadi produk pengganti LPG ini hanya salah satu upaya yang didorong dalam program hilirisasi batu bara.
"Itu salah satu program ke depan yang akan kita dorong sebagai bentuk hilirisasi dari pada batu bara. Itu diupayakan terus," katanya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Senin (4/11).
"Kalau hilirisasi wajib. Wajib hilirisasi, tapi tidak mesti DME," tambahnya
Proyek DME sempat menjadi primadona pemerintah. Namun, proyek ini tidak kunjung ada titik terang karena hengkangnya Air Products, perusahaan asal Amerika Serikat pemilik teknologi yang bekerja sama dengan PT Bukit Asam (PTBA) dan Pertamina, dari proyek DME di Sumatera Selatan.
Untuk itu, Bahlil meminta agar perusahaan yang mendapatkan perpanjangan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), wajib melaksanakan hilirisasi batu bara.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya PTBA. Contoh perusahaan-perusahaan yang pemegang PKP2B, kayak Adaro, Arutmin, KPC, Kodeco. Mereka itu kan syaratnya begitu dilakukan perpanjangan harus melakukan hilirisasi," tutur Bahlil.
Berdasarkan catatan kumparan, Kementerian ESDM menyetujui lima proyek hilirisasi batu bara sebagai salah satu syarat bagi perusahaan mendapatkan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK.
"Salah satu syaratnya (perpanjangan izin tambang batu bara) adalah memiliki program hilirisasi batu bara," ujar Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM, Lana Saria, seperti dikutip dari Antara, Kamis (13/6).
Adapun kelima proyek hilirisasi yang sudah mendapatkan persetujuan, yakni proyek yang diajukan PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, serta PT Kideco Jaya Agung.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, KPC dan Arutmin mengajukan proposal proyek hilirisasi berupa gasifikasi batu bara menjadi metanol. Kapasitas produk peningkatan nilai tambah dalam proposal KPC sebesar 1,8 juta ton metanol per tahun, dan Arutmin sebesar 2,95 juta ton metanol per tahun.
Akan tetapi, Lana menilai proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol kurang memiliki nilai ekonomi. Dengan demikian, proposal yang diajukan oleh KPC dan Arutmin dari gasifikasi batu bara menjadi metanol, berubah menjadi gasifikasi batu bara menjadi amonia.
Lebih lanjut, PT Multi Harapan Utama mengajukan proyek peningkatan nilai tambah berupa semikokas dengan kapasitas produk sebesar 500 ribu ton semikokas per tahun; PT Adaro Indonesia mengajukan proyek pengolahan batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dengan kapasitas 2 juta ton metanol per tahun dan 1,34 juta ton DME per tahun.
ADVERTISEMENT
Proyek kelima yang disetujui adalah proyek gasifikasi/underground coal gasification oleh PT Kideco Jaya Agung dengan kapasitas produk 100 ribu ton amonia per tahun dan 172 ribu ton urea per tahun.
"Sebenarnya ada Kendilo (PT Kendilo Coal Indonesia), tapi kan masih ada masalah, masih ada kasus," ujar Lana.
Selain Kendilo, juga terdapat PT Berau Coal yang saat ini masih dalam proses evaluasi. Adapun rencana yang diajukan, yakni gasifikasi dari batu bara menjadi metanol dengan kapasitas produk 940 ribu ton metanol per tahun.