Bahlil: Warga Rempang Tak Tolak Investasi, Mereka Minta Dihargai

2 Oktober 2023 14:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengunjungi kawasan yang akan menjadi lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi di Kawasan Rempang, Batam, Minggu (13/8/2023). Foto: Dok. BKPM
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengunjungi kawasan yang akan menjadi lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi di Kawasan Rempang, Batam, Minggu (13/8/2023). Foto: Dok. BKPM
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, menyebutkan konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, bukan disebabkan penolakan investasi oleh warga setempat.
ADVERTISEMENT
Menurut Bahlil, warga Pulau Rempang justru terbuka terhadap investasi. Bahkan, dia mengeklaim warga setempat mengakui jika kemajuan pulau bergantung pada penanaman modal.
"Saya temui saudara-saudara di sana, mereka tidak menolak investasi, mereka bilang kiamat lima kali pun Rempang ini tidak jalan kalau tidak ada investasi,” tutur Bahlil dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI pada Senin (2/10).
Kendati demikian, Bahlil menuturkan ada beberapa permintaan yang disampaikan oleh warga setempat untuk proses pembangunan Rempang Eco-City ini.
"Mereka meminta untuk dihargai, karena memang sudah turun-temurun," tambah Bahlil.
Lebih lanjut Bahlil menjelaskan warga Rempang menolak relokasi ke Pulau Galang dan memilih untuk menetap di Pulau Rempang. Bahlil juga menyoroti permintaan warga Rempang untuk mendapatkan mata pencaharian di proyek Rempang Eco-City pada kemudian hari.
ADVERTISEMENT
"Rakyat minta bagian jangan hanya sebagai OB dan sopir daripada investasi itu. Jadi mungkin mereka bisa jadi pengusahanya, kontraktornya, suppliernya," jelas Bahlil.
Menurut Bahlil, mata pencaharian memang menjadi hal yang dipikirkan oleh warga Rempang ketika akan direlokasi. Terlebih sebagian besar warga pulau ini merupakan nelayan.
Lalu, Bahlil menyebutkan, dia menerima saran untuk tidak menyentuh area pemakaman dan kampung-kampung tua dalam pembangunan Rempang Eco-City.
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/ANTARA FOTO
Selain itu, warga Rempang juga meminta proses relokasi dilakukan tanpa adanya aparat yang datang. Dalam hal ini, Bahlil mengakui sempat terjadi perselisihan antara aparat dan warga yang disebabkan oleh kesalahan komunikasi.
"Kami akui memang dalam temuan awal, proses komunikasi awal terjadi miskomunikasi, ada kekeliruan," papar Bahlil.
Menurutnya hal ini terjadi ketika Kementerian terkait akan melakukan penurunan status lahan hutan produksi yang dikonversi (HPK) menjadi lahan areal penggunaan lain (APL).
ADVERTISEMENT
"Ketika terjadi proses tim mau masuk untuk pematokan, informasi yang beredar sudah seolah-olah mau direlokasi, lalu kemudian saudara-saudara saya di sana kemudian memalangkan [menutup] jalan," jelas Bahlil.
Hal ini menurut Bahlil kemudian menjadi konflik kala aparat yang bertugas akan membuka blokir jalan warga. Padahal menurutnya, jalan tersebut merupakan akses untuk jalur utama di Pulau Rempang.
Reporter: Widya Islamiati