Bakal Bentuk Kementerian Penerimaan Negara, Prabowo Kantongi Nama Menteri

7 Oktober 2024 14:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adik Prabowo Subianto, Hashim Sujono Djojohadikusumo saat dijumpai usai pelantikan DPR periode 2024-2029, Jakpus, Selasa (1/10/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Adik Prabowo Subianto, Hashim Sujono Djojohadikusumo saat dijumpai usai pelantikan DPR periode 2024-2029, Jakpus, Selasa (1/10/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Terpilih Prabowo Subianto bakal mengubah nomenklatur Badan Penerimaan Negara (BPN) menjadi Kementerian Penerimaan Negara. Nama BPN sebelumnya sudah dimuat dalam Visi-Misi Prabowo-Gibran.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Rencana ini masuk program kerja pemerintahan Prabowo-Gibran, Asta Cita. Prabowo, kata Hashim, sudah mengantongi nama menterinya, meski dia enggan menyebut orangnya.
"Pada Asta Cita ke-8 kalau tidak salah, Badan Penerimaan Negara nanti jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada," ungkap Hashim saat Diskusi Ekonomi Kadin Indonesia, Senin (7/10).
Hashim menjelaskan, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menetapkan target penerimaan negara mencapai 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih besar dari proyeksi penerimaan negara di tahun 2024 ini hanya 12,7 persen dari PDB.
Pasalnya, berdasarkan hasil pertemuannya sebanyak 7 kali dengan Bank Dunia, masalah penerimaan negara Indonesia kecil adalah karena ratio pendapatan (revenue ratio), terdiri dari pajak, cukai, dan PNBP, yang terlampau rendah.
Prabowo bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo. Foto: Instagram/@prabowo
"Revenue ratio kita sangat rendah. Tax ratio kita hanya 10-10,5 persen. Revenue ratio itu pajak ditambah cukai, ditambah PNBP, ditambah lain-lain forecast untuk tahun ini 12,7 persen," ungkap Hashim.
ADVERTISEMENT
Rasio pendapatan Indonesia tersebut jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Hashim menyebutkan salah satunya adalah Kamboja dengan rasio pendapatan 18 persen dan Vietnam 23 persen.
"Kenapa? Karena penegakkan aturan. Di Indonesia belum maksimal. Di Kamboja lebih maksimal, di Vietnam apalagi," imbuhnya.
Berdasarkan saran Bank Dunia, Hashim mengatakan Indonesia perlu memanfaatkan teknologi informasi (IT) seperti kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung pencapaian target rasio pendapatan 23 persen dari PDB.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga perlu menutup kebocoran alias pengemplang pajak dengan tanpa menaikkan tarif pajak yang saat ini sebesar 22 persen.
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih periode 2024-2029 menyapa para warga saat peringatan HUT ke-79 RI di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Sabtu (5/10/2024). Foto: Youtube/Puspen TNI
"Ini yang saya mau tegaskan supaya kan banyak kawan-kawan pengusaha yang cemas. Tidak ada kenaikan tarif pajak. Tapi pemerintah ingin semua yang wajib pajak bayar pajak," tegas Hashim.
ADVERTISEMENT
Hashim mengungkapkan Prabowo sudah mendapatkan data pengusaha nakal yang mengemplang pajak, terutama dari sektor perkebunan kelapa sawit dengan nilai Rp 300 triliun.
"Nah ini, ada indikasi. Ini ada pengusaha yang nakal. Ini data yang Pak Prabowo dapet dari Pak Luhut Panjaitan dan dari BPKP, juga dikonsumasi oleh KLHK. Ada jutaan hektare kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha-pengusaha kebun sawit yang nakal," ungkapnya.
"Ternyata sudah diingatkan. Tapi sampai sekarang belum bayar. Dan kami dapet data sampai bisa Rp 200-300 triliun. Yang belum bayar. Ini data-data yang dihimpun oleh pemerintah," tambah Hashim.
Dengan menutup kebocoran pajak tersebut, Hashim memprediksi negara bisa meraup pendapatan hingga Rp 50 triliun setiap tahunnya dan bisa membiayai program prioritas Prabowo seperti Makan Bergizi Gratis.
ADVERTISEMENT