Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Bamsoet Sebut Hilirisasi Era Jokowi Positif: RI Penghasil Nikel Terbesar Dunia
16 Agustus 2024 10:17 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo atau Bamsoet , menganggap hilirisasi menjadi salah satu faktor penting yang dapat menunjang Indonesia menjadi negara maju di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Bamsoet mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang menetapkan hilirisasi sebagai salah satu faktor penting dari kemajuan. Selain itu, ia juga menyebut faktor pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor penting lainnya.
“Cita-cita besar tersebut memerlukan komitmen kita bersama yang sudah dimulai oleh Presiden Joko Widodo dengan menetapkan dua strategi prioritas menuju Indonesia Emas 2045, yakni melalui hilirisasi industri, dan pengembangan sumber daya manusia,” kata Bamsoet saat pidato pembukaan di Sidang Tahunan di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jumat (16/8).
Bamsoet menyebut hilirisasi sudah menunjukkan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Menurutnya, investasi pada industri pengolahan mineral sudah tampak berkembang pesat.
“Strategi hilirisasi industri sudah memberikan hasil positif berupa nilai investasi pada industri pengolahan mineral yang meningkat pesat. Nilai ekspor nikel juga tumbuh sangat tinggi, yang membuat Indonesia menjadi negara penghasil nikel terbesar nomor satu di dunia,” ujar Bamsoet.
ADVERTISEMENT
Selain hilirisasi. Bamsoet juga menyoroti isu pangan. Bamsoet menegakan Indonesia bukan hanya memenuhi ketahanan pangan, melainkan juga berdaulat atas sektor tersebut.
“Meningkatnya populasi penduduk dunia membutuhkan daya dukung pangan yang besar, pada yang sama sektor pertanian justru menghadapi berbagai tantangan. Untuk menghindari risiko krisis pangan di masa yang akan datang, kita perlu strategi besar untuk kedaulatan pangan, bukan sekadar ketahanan pangan yang acapkali mengandalkan impor,” tutur Bamsoet.