Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Bandara Baru Yogyakarta Disebut Bikin Utang AP I Bengkak, Bagaimana Prospeknya?
6 Desember 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Yogyakarta International Airport (YIA) atau Bandara Baru Yogyakarta disebut jadi salah satu bandara baru yang membuat utang PT Angkasa Pura membengkak akibat sepinya penumpang. Saat ini utang Angkasa Pura I tercatat Rp 38 triliun.
ADVERTISEMENT
Pengamat Penerbangan Arista Atmaji mengaku tidak heran jika YIA masih sepi penumpang. Apalagi, bandara tersebut baru diresmikan belum sampai 2 tahun ditambah adanya pandemi COVID-19.
YIA yang berlokasi di Kulon Progo memang baru diresmikan Presiden Jokowi di tengah situasi pandemi, yakni Agustus 2020. Arista percaya dalam jangka panjang YIA bakal memberi keuntungan.
"Itu kalau secara teori dagang, teori ekonomi enggak bisa airport segede itu nggak bisa bakalan balik (modal) dalam waktu dua tahun, apalagi plus pandemi, taruhlah pandemi dia dua tahun enggak bisa ngapa-ngapain," kata Arista saat dihubungi, Senin (6/12).
Arista menegaskan belum bisa bandara dalam dua tahun langsung mendapatkan keuntungan. Sehingga diperlukan waktu untuk YIA bisa bergerak dan ramai penumpang.
ADVERTISEMENT
"Itu mah balik paling enggak nanti 7 tahun itu baru BEP, saya perkirakan kalau menurut perhitungan," ujar Arista.
Arista percaya YIA bakal ramai penumpang dalam jangka panjang. Sebab, kata Arista, Yogya merupakan wilayah pariwisata yang juga ramai didatangi turis mancanegara.
"Yogya itu kan dari sisi kota pariwisata itu kan memainkan peranan penting. Banyak wisatawan dari luar negeri ke Yogya, termasuk Singapura, Kuala Lumpur, itu yang banyak masuk," ungkap Arista
Untuk itu, Arista meminta semua pihak bersabar dengan perkembangan YIA. Ia merasa yang perlu diperhatikan juga karena bisa berdampak ke utang Angkasa Pura I adalah bandara-bandara kecil seperti Kuabang Kao di Halmahera Utara.
"Yang jadi masalah AP I itu yang di luar Jawa kayak yang di Halmahera di Maluku Utara, yang barusan diresmikan Pak Jokowi itu katanya nggak ada pesawat sama sekali dalam bandara Kuabang Kao namanya,” tutur Arista.
ADVERTISEMENT
"Di situ ada bandara perintis itu yang bikin rugi sebetulnya, tapi itu kan kita membuka daerah. Jadi membuka bandara tidak hanya dari sisi aspek komersial, itu ada aspek membuka daerah," tambahnya.
Seperti diketahui, pengelolaan sejumlah bandara baru yang sepi penumpang, jadi salah satu penyebab membengkaknya utang BUMN pengelola bandara, PT Angkasa Pura I. Di antara bandara baru itu, contoh yang diungkapkan Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo, adalah Bandara Baru Yogyakarta (YIA).
Imbas dari membengkaknya biaya operasional bandara baru yang sepi penumpang, Kartika Wirjoatmodjo menyebut PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I memiliki beban utang mencapai Rp 35 triliun. Utang itu bahkan bisa bengkak jadi Rp 38 triliun.
"AP I ini memang kondisinya berat, dengan utang Rp 35 triliun dan rate loss (kerugian rata-rata) per bulan Rp 200 miliar. Kalau tidak direstrukturisasi, setelah pandemi utangnya bisa mencapai Rp 38 triliun," kata Tiko dalam rapat dengan DPR, seperti dikutip dari akun Facebook Komisi VI DPR, Minggu (5/12).
ADVERTISEMENT
"Memang beban mereka berat sekali, karena banyak bandara baru. Seperti bandara baru Yogyakarta itu di Kulon Progo, itu (biaya pembangunannya) sampai Rp 12 triliun. Dan begitu dibuka langsung kena pandemi," lanjut pria yang akrab disapa Tiko.