Bandingkan dengan Orba, Kepala Bappenas Bicara Ekonomi Mandek 20 Tahun Terakhir

23 November 2024 16:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dalam gelaran Sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (RPJPN) 2025-2045 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (19/11/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dalam gelaran Sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (RPJPN) 2025-2045 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (19/11/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy mempertanyakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 20 tahun terakhir stagnan alias tidak beranjak dari kisaran 5 persen.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar tidak terjebak dalam middle income trap alias perangkap negara berpendapatan menengah. Bappenas menilai, Indonesia harus mampu lepas dari jebakan itu sebelum 100 tahun kemerdekaan alias pada tahun 2045.
Presiden Prabowo Subianto sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional di masa pemerintahannya atau selama periode 2025-2029, bisa mencapai 8 persen. Meski demikian, Rachmat heran mengapa ekonomi di Indonesia masih tumbuh stagnan.
"Saya merasa agak semacam, bukan bertanya, tetapi merenung sejenak. Mengapa selama 20 tahun terakhir ini perekonomian kita tidak beranjak tumbuh sekitar 5 persen, tidak jauh dari 5 persen?" katanya saat CORE Economic Outlook 2025, Sabtu (23/11).
Rachmat mengatakan, kondisi saat ini berbeda cukup signifkan dari periode 1970-1980. Tercatat, pertumbuhan ekonomi tertinggi di zaman Orde Baru bisa mencapai 10,92 persen pada 1968, kemudian pada 1980 Indonesia juga bisa mencapai pertumbuhan 9,88 persen.
ADVERTISEMENT
Namun sejak tahun 2004 alias 20 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan di kisaran 4-6 persen, kecuali ketika pandemi COVID-19 melanda. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 6,35 persen.
"Dan mengapa kita tidak bisa tumbuh di atas 5 persen, seperti yang pernah kita alami pada tahun 70-an, 80-an, ketika kita mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sekaligus kita juga mengalami pemerataan yang cukup baik pada masa itu," lanjut Rachmat.
Meski demikian, Rachmat bersyukur Indonesia masih mempertahankan kondisi perekonomian yang stabil di tengah berbagai gempuran, seperti COVID-19 dan ketidakstabilan situasi global. Adapun ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen (ctc) pada kuartal III 2024.
"Kita perlu syukuri ekonomi kita sempat tumbuh stabil di tengah situasi yang tidak stabil, di dalam situasi ketidakstabilan global periode 2015-2019, Alhamdulillah kita tumbuh rata-rata 5 sampai sekitar 5,03 persen," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Rachmat memaparkan, stabilitas pertumbuhan ekonomi menjadi pondasi agar Indonesia melakukan transformasi ekonomi ke depan. Situasi yang terkendali ini bisa terjadi dalam rentang sasaran inflasi rendah, serta suku bunga acuan BI Rate yang saat ini terjaga pada 6 persen.
"Meskipun dalam diskusi tadi BI Rate 6 persen masih dianggap tinggi, tetapi mari kita diskusikan bagaimana seharusnya pertumbuhan ekonomi kita jaga, inflasi kita juga kita jaga, dan yang paling penting pertumbuhan ini menyasar kepada kelompok yang ada di bawah," pungkasnya.