Bank-bank Mulai Turunkan Suku Bunga Kredit, Mampukah Dorong Ekonomi di 2021?

8 Maret 2021 8:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bank Syariah Mandiri kembangkan aplikasi layanan sebagai bagian dari transformasi bisnis. Foto: Doc. Bank Syariah Mandiri
zoom-in-whitePerbesar
Bank Syariah Mandiri kembangkan aplikasi layanan sebagai bagian dari transformasi bisnis. Foto: Doc. Bank Syariah Mandiri
ADVERTISEMENT
Beberapa bank akhirnya mulai menurunkan suku bunga kredit. Penurunan tersebut sekaligus merespons suku bunga acuan Bank Indonesia yang sudah berada di level terendah sepanjang masa 3,5 persen.
ADVERTISEMENT
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, salah satu penyebab lamanya penurunan bunga kredit adalah risiko ketidakpastian ekonomi yang tinggi selama masa pandemi COVID-19.
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap per masing-masing segmen, baik korporasi, ritel, dan KPR mencapai 83 basis poin (bps) secara rerata sejak Januari 2019-Januari 2021.
SBDK korporasi turun menjadi sebesar 9,08 persen per Januari 2021. SBDK ritel sebesar 9,94 persen dan SBDK KPR Januari 2021 sebesar 9,80 persen.
"Jadi walaupun bunga acuan BI7DRR diturunkan 125 bps sepanjang 2020, namun bunga kredit hanya turun 83 bps," ujar Eko kepada kumparan, Senin (7/3).
Selain itu, relatif tingginya biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) di Bank BUMN juga menjadi salah satu penyebab bank enggan buru-buru merespons kebijakan suku bunga BI. Adapun batas maksimum BOPO menurut BI adalah 90 persen.
ADVERTISEMENT
"Rata-rata bank di Indonesia BOPO-nya 86,58 persen per Desember 2020, menggambarkan besarnya biaya operasional bank di tengah sempitnya ruang pendapatan operasional saat pandemi. Kondisi ini memang membuat bank tidak cepat merespons atau rigid dalam penurunan suku bunga acuan BI," jelasnya.
Eko menjelaskan, meskipun beberapa bank saat ini telah menurunkan bunga kredit, hal ini bukan jaminan sektor riil akan kembali meningkat signifikan. Pandemi COVID-19 yang belum juga usai di membuat pelaku usaha lebih berhati-hati untuk melakukan ekspansi.
"Karena sektor swasta tetap akan berhati-hati dalam ekspansi, apalagi kalau sumbernya utang perbankan, akan lebih hati-hati lagi karena ada kewajiban cicilan," kata Eko.
Menurut dia, di saat seperti inilah kebijakan fiskal perlu berjalan terlebih dulu untuk mengatasi pandemi dan mendorong daya beli. Setelah itu, sektor perbankan akan mengikuti, seiring optimisme yang mulai pulih.
ADVERTISEMENT
"(Stimulus kebijakan fiskal) salah satunya stimulus penanganan krisis kesehatan," kata dia.
Layanan Ganti Kartu Debit BRI. Foto: Dok. BRI
Chief Economist BRI Anton Hendranata juga mengatakan, penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup untuk mendongkrak pertumbuhan kredit demi menopang pemulihan ekonomi.
Jika ingin mengakselerasi pertumbuhan kredit, kata Anton, syarat kecukupan dan tambahannya ialah mendorong kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli secara signifikan.
"Oleh karena itu, mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi COVID-19 adalah kunci utama mendorong pertumbuhan kredit," tuturnya.
Untuk itu, stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan. Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya dinilai Anton adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan.
ADVERTISEMENT
"Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah, karena kecenderungan mengkonsumsi atau marginal propensity to consume/MPO-nya tinggi. Masyarakat level bawah dan rentan miskin jika mendapatkan uang akan langsung dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya," jelasnya.
Pengalaman tahun 2020 juga dinilai menjadi pelajaran agar realisasi dana PEN tahun ini bisa terserap lebih banyak. Menurut Anton, PEN 2021 juga harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di 2020.
"Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi," tambahnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan telah menurunkan suku bunga kredit produktif sejak 2016 menjadi di bawah 10 persen.
Suku bunga kredit modal kerja turun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27 persen di Januari 2021. Suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 di 11,42 persen turun menjadi 8,83 persen di Januari 2021.
ADVERTISEMENT
Sementara suku bunga kredit konsumsi sudah turun dari Mei 2016 di posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen di Januari 2021.