Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang dipimpin oleh bos perempuan di kursi dewan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Demikian hasil penelitian IFC, sebuah organisasi dari Bank Dunia yang mensurvei lebih dari 1.000 perusahaan di China dan 6 negara ASEAN: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Penelitian berjudul Keragaman Gender Dewan Perusahaan melaporkan, rata-rata Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE) perusahaan yang memiliki lebih dari 30 persen anggota dewan perempuan mencapai 6,2 persen. Sedangkan, perusahaan-perusahaan yang dewannya hanya beranggotakan pria hanya sebesar 4,2 persen.
Senior Counsultant The Economist Intelligence Unit, Trisha Suresh, mengatakan bahwa perempuan memiliki banyak kelebihan dalam memimpin perusahaan.
Beberapa di antaranya, menurut hasil penelitiannya, perempuan memiliki keluwesan dalam menciptakan situasi nyaman di lingkungan kerja, transparan dan detail, fleksibel dalam mengambil tindakan, hingga memiliki sudut pandang yang luas untuk sebuah keputusan.
ADVERTISEMENT
“Ini menunjukkan pentingnya perempuan berada di dewan, termasuk di kawasan Asia,” ujar Trisha dalam paparannya usai Pembukaan Perdagangan BEI, Main Hall BEI, Jakarta, Kamis (27/6).
Meski begitu, pihaknya yang juga merupakan penyusun laporan penelitian itu menemukan masih banyak kendala bagi perempuan untuk mengembangkan kariernya hingga tingkat puncak perusahaan.
Di antara perusahaan-perusahaan ASEAN yang disurvei, hampir 40 persen tidak memiliki perempuan dalam dewan perusahaan dan hanya 16 persen yang memiliki lebih dari 30 persen perwakilan perempuan di dewan.
Studi ini juga menunjukkan bahwa dari 6 negara anggota ASEAN, Thailand memiliki keragaman gender terbesar, dimana perempuan memegang sekitar 20 persen kursi dewan di perusahaan terbuka, diikuti Indonesia dan Vietnam sekitar 15 persen.
ADVERTISEMENT
Penyebab rendahnya partisipasi perempuan itu, kata Trisha, bisa karena pengaruh di level negara dan juga perusahaan.
Ia menerangkan, pada tingkat negara masih ada kondisi sosial masyarakat yang membelenggu perempuan dengan pekerjaan domestik hingga stereotipe negatif yang disematkan terhadap tingkah laku dan identitas perempuan.
Sementara itu, pada level internal perusahaan pun, perempuan juga masih banyak yang dihadang oleh beragam masalah. Seperti, lingkungan kerja yang didominasi laki-laki atau pemimpin 'old boys network' hingga perempuan yang cenderung diragukan kemampuannya.
“Inilah yang masih jadi kendala kepemimpinan berbasis gender,” tutupnya.