Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Bank Dunia Proyeksi Resesi Global Kembali Terjadi di 2023
16 September 2022 10:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam laporan berjudul "Apakah Resesi Global Sudah Dekat?" yang dikeluarkan pada September 2022, Bank Dunia membuat tiga proyeksi ekonomi mulai dari skenario dasar, penurunan tajam, hingga resesi di tahun ini, 2023, hingga 2024.
"Efek makroekonomi dari kondisi keuangan global yang memburuk secara tajam, serta melemahnya kepercayaan konsumen, akan menambah hambatan dari pengetatan kebijakan secara global," tulis laporan tersebut seperti dikutip kumparan, Jumat (16/9).
Hasil dari skenario tersebut, tahun ini ekonomi global masih tumbuh positif 2,9 persen dalam skenario dasar dan 2,8 persen dalam skenario skenario terburuk. Sementara di 2023, perekonomian global akan berkurang sebesar 1,9 persen poin atau dari 2,4 persen menjadi 0,5 persen dalam skenario terburuk, dan menurun 1 persen atau dari 3,0 persen menjadi 2,0 persen dalam skenario terburuk pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
"Namun di 2023, ekonomi global akan mengalami resesi yang besarnya sama dengan yang terjadi pada tahun 1982, dengan pertumbuhan melambat menjadi 0,5 persen. Dan pertumbuhan per kapita mengalami kontraksi 0,4 persen, akan sejalan dengan resesi 1991, tetapi akan lebih ringan daripada episode 1982 karena populasi tumbuh lebih cepat pada tahun 1982," tulis laporan tersebut.
Pengetatan moneter yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa berimbas pada ekonomi di negara-negara tersebut. Bank Dunia memproyeksi perekonomian pada kelompok negara maju akan minus 0,6 persen dalam skenario terburuk di 2023.
Untuk negara berkembang, Bank Dunia melihat pertumbuhan ekonomi masih cukup kuat. Dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang masih positif 1,8 persen di 2023. Meski demikian, lembaga yang bermarkas di Amerika Serikat ini mengingatkan agar negara berkembang lebih waspada, utamanya dampak dari pengetatan kebijakan moneter negara maju, yang bisa berimbas pada keluarnya modal asing .
ADVERTISEMENT
"Dampak negatif dari ekonomi maju dan ruang kebijakan yang terbatas mengancam negara berkembang, pengetatan kondisi keuangan global juga akan mengancam terutama negara berkembang, yang memiliki defisit transaksi berjalan dan sangat bergantung pada arus masuk modal asing," tulisnya.