Bank Dunia Sebut Harga Beras di RI Mahal, tapi Pendapatan Petani Rendah

19 September 2024 17:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para petani bekerja di sawah di Montasik, provinsi Aceh. Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Para petani bekerja di sawah di Montasik, provinsi Aceh. Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Harga beras yang dibanderol di Indonesia dipandang lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di negara-negara ASEAN. Hal ini membuat masyarakat Indonesia harus merogoh kocek lebih banyak untuk membeli beras. Namun, di sisi lain, petani di Indonesia juga memiliki pendapatan yang rendah.
ADVERTISEMENT
World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Carolyn Turk, menuturkan pihaknya memperkirakan masyarakat Indonesia membeli beras dengan harga 20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di pasar global.
“Harga eceran beras internasional di Indonesia secara konsisten lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar ASEAN. Kami memperkirakan konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih banyak untuk makanan mereka dibandingkan di pasar bebas,” tutur Carolyn dalam sambutannya di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9).
World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Carolyn Turk di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Carolyn memandang, hal tersebut disebabkan oleh beberapa kebijakan yang diteken oleh pemerintah, salah satunya terkait dengan pembatasan impor non-tarif. Meskipun dengan maksud melindungi sektor pertanian, kebijakan pembatasan impor non-tarif ini justru dipandang menjadi biang kerok melejitnya harga beras dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Untuk melindungi pertanian, 95 persen impor sektor pangan diatur melalui tindakan non-tarif, termasuk pembatasan kuantitatif dan tindakan non-tarif lainnya seperti tindakan sanitasi, fitosanitasi, hambatan teknis, inspeksi pra-pengiriman, dan sebagainya. Hal ini mendorong kenaikan harga beras di Indonesia,” jelas Carolyn.
Selain itu, meski harga beras lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, Bank Dunia juga mengatakan petani yang menanam padi memiliki pendapatan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan petani yang menanam tanaman hortikultura.
Carolyn mengutip data hasil Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkap rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil hanya sekitar Rp 5 juta per tahun.
“Menurut Survei Pertanian Terintegrasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD 1 per hari atau USD 341 per tahun. Jadi, petani mendapat keuntungan rendah dari pertanian padi,” tutur Carolyn.
ADVERTISEMENT
Jika dihitung dengan kurs Rp 15.176 per dolar, maka petani di Indonesia hanya menghasilkan pendapatan Rp 5,17 juta per tahun.