Bank Dunia Ubah Metode, Angka Kemiskinan RI Naik Jadi 194,58 Juta Orang

11 Juni 2025 14:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Warga beraktivitas di permukiman bantaran sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Rabu (15/4). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Warga beraktivitas di permukiman bantaran sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Rabu (15/4). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Bank Dunia atau World Bank resmi mengubah metode penghitungan kemiskinan global dengan memperbarui acuan garis kemiskinan dan daya beli masyarakat dunia. Langkah ini disampaikan dalam laporan terbaru bertajuk June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform.
ADVERTISEMENT
Perubahan metode ini menyebabkan banyak negara, termasuk Indonesia, mengalami lonjakan angka kemiskinan dalam laporan terbaru. Metode baru ini mengandalkan standar Purchasing Power Parity (PPP) tahun 2021, yang menggantikan PPP 2017 yang sebelumnya digunakan dalam pengukuran kemiskinan global.
PPP sendiri merupakan ukuran perbandingan harga yang menunjukkan berapa banyak uang dibutuhkan untuk membeli barang dan jasa yang sama di berbagai negara, sehingga lebih mencerminkan daya beli masyarakat secara riil.
Akibat pembaruan PPP tersebut, Bank Dunia juga menaikkan ambang garis kemiskinan global. Misalnya, garis kemiskinan ekstrem naik dari USD 2,15 menjadi USD 3 per kapita per hari.
Untuk negara berpenghasilan menengah bawah, batasnya naik dari USD 3,65 menjadi USD 4,20. Sedangkan negara berpenghasilan menengah atas, seperti Indonesia, kini menggunakan ambang baru USD 8,30 per kapita per hari.
ADVERTISEMENT
“Sesuai dengan metodologi yang ada, garis kemiskinan global didasarkan pada garis kemiskinan nasional negara-negara itu sendiri,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (11/6).
Bank Dunia menjelaskan, pembaruan ini tidak sekadar menyesuaikan harga, tetapi mencerminkan data terbaru tentang garis kemiskinan nasional. Revisi itu, menurut laporan, membuat ambang batas kemiskinan meningkat lebih tinggi dari sekadar inflasi, khususnya di negara-negara berpendapatan menengah atas.
Dalam kerangka baru tersebut, Indonesia dikategorikan sebagai negara berpendapatan menengah atas sejak 2023, karena pendapatan nasional bruto (GNI) per kapitanya mencapai USD 4.870. Maka, garis kemiskinan yang digunakan untuk Indonesia adalah USD 8,30 PPP per kapita per hari. Nilai tersebut setara dengan sekitar Rp 5.993,03 per USD 1 PPP (2024).
ADVERTISEMENT
Dengan garis kemiskinan baru itu, angka kemiskinan Indonesia melonjak menjadi 68,25 persen dari total populasi, atau setara 194,58 juta orang dari total 285,1 juta penduduk (2024). Sebelumnya, dalam laporan bulan April 2025, Bank Dunia menyebut tingkat kemiskinan Indonesia hanya 60,3 persen, atau sekitar 171,9 juta jiwa.
Namun, data ini berbeda jauh dari yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyatakan angka kemiskinan Indonesia per September 2024 hanya 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta orang.
BPS menggunakan metode yang berbeda, yaitu pendekatan Cost of Basic Needs (CBN), pengeluaran minimum untuk kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.
Komponen makanan dalam metode BPS didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, sedangkan komponen non-makanan mencakup kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
ADVERTISEMENT
Penghitungan garis kemiskinan didasarkan pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang digelar dua kali setahun. Pada 2024, survei Maret mencakup 345.000 rumah tangga, dan survei September mencakup 76.310 rumah tangga di seluruh Indonesia.