Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Bank Dunia Ungkap Tantangan RI Jadi Negara Maju, Ekonomi Tumbuh Minimal 6 Persen
29 April 2025 7:26 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Bank Dunia dalam laporan terbarunya mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia untuk mencapai status negara maju pada 2045. Meski berhasil naik menjadi negara berpendapatan menengah atas pada 2023, Indonesia perlu mempercepat laju pertumbuhan ekonominya agar ambisi tersebut tercapai.
ADVERTISEMENT
Bank Dunia menekankan bahwa Indonesia harus mempercepat pertumbuhan ekonomi, setidaknya mencapai 6 persen supaya bisa mencapai status negara berpendapatan tinggi. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan sebesar 8 persen pada 2029 melalui peningkatan investasi.
Meski permintaan domestik yang kuat telah mendukung kinerja ekonomi yang stabil dan menurunkan angka kemiskinan, Bank Dunia menilai bahwa percepatan pertumbuhan tetap membutuhkan reformasi struktural yang serius.
"Percepatan pertumbuhan membutuhkan pelaksanaan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko overheating," demikian disebutkan dalam laporan tersebut.
Salah satu sorotan utama adalah perlambatan produktivitas. Bank Dunia mencatat bahwa meskipun pondasi makroekonomi Indonesia tergolong kuat, produktivitas mengalami penurunan.
"Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas," tulis laporan itu.
Permasalahan struktural dinilai menghambat alokasi sumber daya yang lebih efisien ke sektor-sektor produktif, tercermin dari turunnya pertumbuhan total faktor produktivitas dari 2,3 persen menjadi 1,2 persen antara 2011 hingga 2024.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal ini, Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia mendorong reformasi efisiensi. Termasuk melalui pendalaman sektor keuangan serta perbaikan iklim investasi, perdagangan, dan bisnis.
Dalam aspek fiskal, Bank Dunia menyoroti rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tergolong rendah.
"Pada tingkat 12,7 persen, rasio penerimaan terhadap PDB Indonesia pada 2024 adalah yang terendah di antara negara-negara berpendapatan menengah sejenis," ungkap laporan tersebut.
Selain itu, potensi penerimaan pajak yang hilang diperkirakan mencapai 6,4 persen dari PDB. Penutupan kesenjangan ini dinilai krusial untuk memperluas ruang fiskal dalam mewujudkan Visi Indonesia 2045.
Secara makroekonomi, Bank Dunia mencatat bahwa pertumbuhan PDB tahun 2024 bertahan di angka 5,0 persen, didorong oleh permintaan domestik yang kuat. Pengeluaran pemerintah yang meningkat terkait pemilu membantu mengimbangi pelemahan ekspor bersih akibat penurunan harga komoditas. Namun, sektor jasa menjadi pendorong utama pertumbuhan, sementara manufaktur barang dagangan seperti tekstil mengalami perlambatan dan menyebabkan kenaikan pemutusan hubungan kerja sebesar 20,2 persen.
ADVERTISEMENT
Dari sisi harga, inflasi menurun di paruh kedua 2024 berkat pemulihan produksi pertanian dan langkah-langkah stabilisasi harga. Secara rata-rata, inflasi tahunan turun menjadi 2,3 persen pada 2024, dari 3,7 persen pada 2023. Subsidi listrik sementara yang diberlakukan di awal 2025 juga turut menjaga inflasi tetap rendah.
Peningkatan upah riil sebesar 3,3 persen di 2024, terutama di sektor pertanian, turut menurunkan tingkat kemiskinan hingga 1,9 persen poin ke angka 15,6 persen, menggunakan batas kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah.
Meski pengangguran turun menjadi 4,8 persen, di bawah tingkat pra-pandemi, tantangan dalam menciptakan pekerjaan berkualitas tetap ada.
"Tingkat setengah pengangguran tercatat sebesar 8,5 persen pada Februari 2024, meningkat 1,5 persen poin dibanding tahun sebelumnya," catat Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
Dari sisi fiskal, pemerintah memilih untuk tidak menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025, dan sebaliknya mengoptimalkan anggaran melalui pemotongan sebagian belanja yang kemudian dialihkan ke program prioritas dan pendirian dana kekayaan negara baru, Danantara. Namun, penerimaan pajak justru turun sebesar 0,4 persen poin, dipengaruhi oleh pelemahan harga komoditas dan gangguan teknis dalam sistem administrasi pajak baru.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan melebar menjadi 0,6 persen dari PDB pada 2024 akibat pelemahan terms-of-trade. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat, menyebabkan depresiasi sebesar 2,3 persen hingga Maret 2025. Meskipun begitu, kebijakan wajib repatriasi devisa hasil ekspor sumber daya alam membantu menstabilkan cadangan devisa, yang kini mampu menutupi kebutuhan impor selama 6,7 bulan.
ADVERTISEMENT