Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Bank Indonesia Diproyeksi Pertahankan Suku Bunga pada Level 6,25 Persen
20 Agustus 2024 17:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) dinilai perlu mempertahankan suku bunga acuan pada level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan digelar pada Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, memandang ada beberapa faktor yang membuat BI harus mempertahankan suku bunga pada 6,25 persen bulan ini.
Faktor-faktor tersebut di antaranya inflasi umum melambat menjadi 2,13 persen secara year on year (yoy) pada Juli 2024, turun dari 2,51 persen pada Juni 2024, yang didorong oleh penurunan harga pangan pascapanen dan permintaan yang lebih rendah setelah Idul Adha.
Kemudian inflasi inti yang naik tipis menjadi 1,95 persen yoy pada Juli 2024. Hal ini didorong oleh kenaikan harga sejumlah komoditas seperti emas perhiasan, kopi, dan pendidikan.
“Sementara itu, rupiah terapresiasi sebesar 3,8 persen menjadi Rp15.675 per USD antara 30 Juli dan 14 Agustus, didukung oleh arus modal masuk di tengah ekspektasi penurunan suku bunga the Fed,” tulis Riefky dalam risetnya, Selasa (20/8).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, faktor lain yang membuat BI harus mempertahankan suku bunga menurut Riefky adalah cadangan devisa yang meningkat USD5,2 miliar dari USD 140,2 miliar di bulan sebelumnya menjadi USD 145,4 miliar pada Juli 2024.
Meskipun inflasi menurun, penurunan suku bunga yang terlalu cepat dapat meningkatkan volatilitas rupiah dan berpotensi melemahkan rupiah karena dapat memicu arus modal keluar.
“Untuk menjaga perbedaan suku bunga dan menstabilkan mata uang, Bank Indonesia perlu menyelaraskan momentum penurunan suku bunga dengan pelonggaran moneter the Fed. Oleh karena itu, BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen (dalam) Rapat Dewan Gubernur bulan Agustus ini,” jelas Riefky.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan BI mempertahankan suku bunga atau BI rate pada posisi 6,25 persen esok hari.
ADVERTISEMENT
Josua memandang BI masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global, terutama terkait kondisi geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat. Meskipun ada kesempatan untuk menurunkan suku bunga acuan.
“Meskipun kondisi pasar keuangan global telah membaik akibat sentimen risk-on yang didorong oleh meningkatnya potensi penurunan suku bunga The Fed dan inflasi domestik yang stabil, yang membuka ruang untuk penurunan BI-rate, kami percaya bahwa BI masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global,” kata Josua kepada kumparan, Selasa (20/8).
Sebab, ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan. Sehingga, lanjut Josua, menimbulkan risiko bagi pergerakan rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.
“Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal. Oleh sebab itu, kami memperkirakan bahwa BI tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan penurunan suku bunga,” jelas Josua.
ADVERTISEMENT
Josua memandang, BI diperkirakan baru akan mulai menurunkan suku bunga acuan setelah the Fed secara definitif menurunkan Federal Funds Rate (FFR).
Di sisi lain, Josua mengatakan fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup solid dan masih prospektif, sebagian besar tekanan berasal dari eksternal, terutama terkait dengan ketegangan geopolitik, suku bunga kebijakan global, dan kondisi ekonomi global.
“Jika tekanan eksternal mulai mereda, kami melihat adanya ruang yang cukup bagi BI untuk melakukan penurunan suku bunga,” imbuh Josua.
Selain mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneternya, Josua menuturkan, BI juga diperkirakan akan mempertimbangkan penerapan exit strategy dari kebijakan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam jangka pendek.
Pada paruh kedua 2024, ruang untuk pemangkasan suku bunga semakin terbuka. Namun dengan syarat kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk-on, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT
“Jika semua kondisi terbukti mendukung, ada kemungkinan BI akan mengalihkan fokus kebijakan moneternya dari stabilitas ke pertumbuhan,” tutup Josua.