Bank Indonesia Pastikan Data Nasabah Aman di Sistem Pembayaran

30 November 2021 7:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembeli membayar dengan metode scan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di warung KE Angkringan, Ampera, Jakarta, Jumat (30/7/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pembeli membayar dengan metode scan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di warung KE Angkringan, Ampera, Jakarta, Jumat (30/7/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) memastikan pengamanan data nasabah dalam sistem pembayaran nasional. Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI memiliki cara agar data nasabah tetap aman.
ADVERTISEMENT
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Retno Ponco Windarti mengatakan, BI selalu melakukan komunikasi intens dengan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP). Sebab menurutnya, kebocoran data cukup fatal dan harus dibereskan secepat mungkin.
“Kita memberikan waktu maksimal 1 jam dari kejadian harus lapor. Lalu, kita lakukan pembahasan, audit untuk mencari apa penyebab sebenarnya,” kata Retno dalam seminar The Finance "Digital Economic in Collaboration: The Importance of Cyber Security To Protect Financial Sector in The New Age," Selasa (29/11).
Retno melanjutkan, BI juga memberikan sanksi pada PJP dan PIP yang teledor dalam melakukan kewajibannya. Menurut dia, keamanan data digital menjadi salah satu faktor yang perlu diutamakan dalam industri jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
“Akhirnya kita juga bisa memberikan sanksi kalau memang pada level-level tertentu kejadian tersebut terjadi karena keteledoran dan tidak memenuhi ketentuan yang ada," jelasnya.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan bahwa dirinya turut berpartisipasi dalam penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi dan menjelaskan konsekuensi bagi para pelanggarnya.
“Hati-hati, nanti kalau sudah diundangkan, ada ancaman hukuman badan dan ancaman denda, perdata dan pidana kalau ternyata terjadi kebocoran data di platform yang anda miliki,” tutur Pratama.
Ia menjelaskan, saat ini memang belum ada aturan yang menghukum kasus kebocoran data PJP dan PIP. Pratama menilai, selama aturan ini masih dikaji, setiap institusi jasa keuangan harus hati-hati dan tetap mengutamakan keamanan data digital di platformnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Kadang kita ini masih beranggapan bahwa membuat sistem yang kompleks, digitalize dan mahal sudah oke. Tapi ketika sistem keamanan security-nya tidak dimaksimalkan, akhirnya terjadilah peretasan. Pelaku bank, asuransi ini harus hati-hati,” jelasnya.
Dari sisi perbankan, Presiden Direktur CIMB Niaga Finance, Ristiawan Suherman mengatakan, sebagai perusahaan pembiayaan telah menerapkan dua hal untuk memitigasi risiko cyber crime.
“Terkait cyber crime, bagaimana bisa kita mitigasi, pertama di CIMB Niaga Finance kita membentuk satu divisi yang fokus terhadap IT security yang ada bagiannya sendiri,” jelas dia.
Selanjutnya, membangun sistem teknologi yang kuat pada produk yang sudah dan belum diluncurkan. “Di berbagai macam sistem kita develop internal teknologi bagi produk yang sudah kita luncurkan dan belum kita luncurkan. Jadi kita set up yang namanya digital agile team,” kata Ristiawan.
ADVERTISEMENT
Ke depannya, ia mengungkapkan jika CIMB Niaga Finance sudah siap menjadi sebuah multifinance digital, yang tentunya dengan persetujuan OJK.
"Karena infrastruktur kita sudah siap, kita sudah punya digital customer service, penjualan unit kita bisa dilakukan secara online, kredit assesment secara online, BPKB sudah kira sentralisasi di Jakarta,” tambahnya.