Bank Mandiri Sudah Kucurkan Kredit Rp 250 T ke Sektor Berkelanjutan

15 September 2022 12:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Siddik, Badruddin Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Siddik, Badruddin Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Akhmad Siddik Badruddin, menyampaikan perseroan siap mendukung sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai bagian dari Environmental, Social, and Governance (ESG) Framework.
ADVERTISEMENT
“Segmen ini merupakan strategi bisnis yang akan lebih diutamakan tahun ini dan ke depannya. Portofolio kredit yang memiliki kriteria (pembiayaan berkelanjutan) sustainable finance sekitar 25 persen dari total kredit, atau Rp 250 triliun,” ujar Siddik dalam konferensi pers Public Expose Live 2022, Kamis (15/9).
Siddik mengatakan, emiten bersandi BMRI ini menyiapkan strategi khusus dengan menaikkan porsi kredit, dari 25 persen menjadi 30 persen dalam beberapa tahun ke depan. Kebijakan ini harus dikaji bersama agar industri energi terbarukan tumbuh lebih cepat.
“Kita harus gali bersama, sehingga ESG bisa tumbuh lebih cepat. Kesempatan perbankan (berkontribusi) di sektor ESG bisa lebih tinggi,” katanya.
Bank Mandiri memiliki komitmen yang tinggi untuk mendorong peningkatan pembiayaan berkelanjutan. Untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) di tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, kebutuhan pembiayaan hijau mencapai USD 281 miliar.
ADVERTISEMENT
Terkait kebutuhan tersebut, Bank Mandiri menargetkan untuk secara konsisten berkontribusi sebesar 21-23 persen terhadap porsi pembiayaan hijau nasional guna mendukung tercapainya target NDC dan NZE Indonesia.
Siddik menyebut Bank Mandiri akan terus mengevaluasi setiap kesempatan untuk berbisnis, termasuk potensi sektor pertambangan. Proposal pendanaan akan dipertimbangkan dari segala aspek, salah satunya studi kelayakan (feasibility).
“Tidak ada spesial atau kriteria khusus untuk sektor tertentu, termasuk sektor pertambangan. Setiap usulan atau proposal kita pertimbangkan apakah layak untuk diberi pendanaan atau tidak,” sambung Siddik.