Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Bansos Beras Diganti Non-Tunai, Bisnis Bulog di Ujung Tanduk
8 Maret 2019 14:22 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Bulir-bulir padi mulai menguning, musim panen tiba sebentar lagi. Bulog harus bersiap menyerap beras dari petani. Fungsi Bulog sangat penting, membeli beras dari petani dengan harga layak dan menjualnya ke konsumen dengan harga terjangkau. Melindungi petani sekaligus masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tapi fungsi itu sulit dijalankan tahun ini. Gudang Bulog masih penuh. Tak kurang 1,6 juta ton beras menumpuk. Sebagai pembanding, batas aman stok Bulog untuk akhir tahun adalah 1,5 juta ton. Artinya, stok Bulog saat ini bahkan masih ideal untuk posisi akhir tahun lalu. Harusnya menjelang panen, stok Bulog sudah jauh di bawah itu agar bisa sebanyak-banyaknya menyerap beras dari petani.
Penyebabnya, mulai tahun ini pemerintah mengganti program bantuan sosial berupa pembagian beras untuk warga miskin, yang dinamai Beras Sejahtera (Rastra). Program itu kini diganti dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Kalau dulu Bulog menyalurkan 250 ribu ton Rastra setiap bulan, kini tidak lagi.
Jumlah pagu bansos Rastra periode Januari-April 2019 hanya sebanyak 213.520 ton untuk 5,30 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 1 juta ton untuk 4 bulan. Menurut pengakuan Bulog, realisasi penyaluran rastra pada Januari-Februari hanya 73 ribu ton.
ADVERTISEMENT
Beras yang menumpuk di gudang mulai mengalami penurunan mutu. Saat mengunjungi gudang di Ogan Komerung Ulu (OKU) pada 9 Februari 2019 lalu, Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar mengakui hal tersebut.
“Memang ada beras yang mengalami penurunan mutu, tapi tidak semua beras,” kata Bachtiar seperti dikutip dari Urban.id.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso, berpendapat bahwa seharusnya Bulog menggelontorkan beras untuk operasi pasar sejak Oktober 2018 lalu, agar stok tak menumpuk di gudang.
“Seharusnya (Operasi Pasar) dilakukan sejak oktober tahun lalu sudah operasi pasar,” katanya kepada kumparan, Senin (3/3).
Ia juga menyarankan agar Perum Bulog segera melepas stok beras melalui skema komersial. Hanya saja, kata Sutarto, harga beras saat ini cenderung menurun karena mendekati masa panen. Beras Bulog pun harganya pasti jatuh.
ADVERTISEMENT
“Stoknya (beras) Bulog bisa dilepas melalui komersial. (Namun) sekarang harga beras kan cenderung turun, mungkin juga tidak terlalu menarik. Karena bulan-bulan ini itu Bulog sudah mulai beli supaya harga tidak jatuh dan ada refershment (penyegaran stok) supaya tidak menyimpan lebih lama, kan (nanti) lebih jelek lagi,” imbuhnya.
Mantan Dirut Perum Bulog ini juga memberi masukan pada pemerintah supaya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) seluruhnya menggunakan beras Bulog. Dengan begitu, selain menyelamatkan Bulog dari ancaman kerugian akibat beras busuk di gudang, peran Bulog sebagai stabilisator harga beras juga dapat dijaga.
Selama ini Bulog menguasai sekitar 7 persen dari pasokan dan stok beras di seluruh Indonesia. Kalau rastra dihapus dan beras Bulog tak masuk e-Warong, Bulog tak bisa menyimpan banyak stok. Lemahnya stok Bulog akan membuat BUMN ini tak mampu meredam gejolak harga beras.
ADVERTISEMENT
“Jangan berpikir lebih jelek beras Bulog. Tapi mikirnya ini kan mesti diselamatkan, tentunya harus dilepas stok yang ada di Bulog. Tentunya BPNT kan bisa salah satunya menggunakan beras Bulog. Karena stok sekarang kira-kira (sebesar) 1,4 juta ton beras impor. Saya pikir itu masih layak untuk (BPNT), masih bagus itu,” tegasnya.
Menanggapi ide itu, Kementerian Sosial (Kemensos) mempersilakan Perum Bulog untuk memasok beras ke Layanan Elektonik Warung Gotong Royong (e-Warong). Adapun e-Warong merupakan warung yang melayani transaksi penerima BPNT.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos, MO Royani, menyampaikan bahwa sejak e-Warong berdiri di 2017, Perum Bulog sudah dipersilakan untuk memasok beras sesuai kebutuhan dan permintaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Sejak BPNT dilaksanakan mulai 2017, Bulog kan melalui mekanisme supplier e-Warong sudah bisa memasok beras,” katanya kepada kumparan, Selasa (5/3).
ADVERTISEMENT
Dia pun menjelaskan, supplier e-Warong tak hanya Bulog , melainkan juga dari petani hingga pedagang daerah setempat. Namun pihaknya sebenarnya tidak keberatan apabila Bulog menjadi pemasok mayoritas beras ke e-Warong yang ada se-Indonesia.
“Bisa banget. Saat ini pun Bulog sudah pasok ke e-Warong sesuai kebutuhan dan permintaan KPM,” beber Royani.
Ia juga menjelaskan, Rastra dikonversikan menjadi BPNT agar penerima tak lagi perlu mengantre, bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran dan kualitas, serta bisa meningkatkan pengawasan penyaluran bantuan.
Hingga akhir 2018, sebanyak 10,3 juta KPM di 219 kabupaten/kota yang sebelumnya menerima Rastra beralih ke BPNT. Rencananya hingga akhir 2019, seluruh penerima rastra sebanyak 15,6 juta KPM yang ada di 295 kabupaten/kota telah beralih ke BPNT.
ADVERTISEMENT
“Insyaallah (target tahun ini, penerima rastra beralih ke BPNT) akan tercapai karena persiapannya dilaksanakan secara sistematis,” tegasnya.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mendesak Kemensos agar menggunakan beras Bulog untuk dijual di e-Warong. Ia meminta keseriusan Kemensos.
"Salah satu dirjen penanganan masyarakat miskin itu, ngomongnya enak juga seenaknya 'itu BPNT tidak bisa dari Bulog harus dari pasar bebas' itu omongan konyol, dia bukan warga negara Indonesia, dia tidak berpihak kepada negara bangsa ini. Kenapa? Pasti dia dapat fee dari pasar bebas itu. Saya jamin 100 persen dia tidak bisa ngomong (gitu) karena tidak pernah ke lapangan," tutur Budi Waseso saat ditemui di kompleks pergudangan Banjar Kemantren, Sidoarjo, Rabu (6/3).
Upaya lain yang dilakukan agar stok tak menumpuk di gudang ialah dengan menjajaki ekspor beras. Buwas, sapaan akrabnya, mengklaim bahwa Timor Leste dan sejumlah negara di Afrika telah meminta pasokan beras dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Di beberapa negara udah oke termasuk Afrika, Papua Nugini, Timor Leste beberapa negara lain. Hanya kita sedang deal-deal (terkait) berapa banyak dan harga (berasnya)," kata Buwas.
Namun, Buwas menuturkan, kesepakatan itu belum terjalin lantaran Bulog tengah mempertimbangkan harga yang cocok agar petani tak merugi. Buwas berharap, Bulog dapat segera menandatangani kontrak dengan sejumlah negara tersebut, notabene yang dapat menguntungkan petani padi.
"Jangan sampai kita harganya terlalu rendah nilainya. Nanti terlalu kecil dan akan mempengaruhi nilai (beras) dari petani. Sekarang kita dalam pembicaraan dan menunggu keputusan dua belah pihak antara negara yang akan menerima dan kita yang akan mengekspor itu," tutupnya.