Banyak Merek Lokal RI Dikira Asal Luar Negeri, Bikin Untung atau Rugi?

4 Mei 2023 16:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Polytron Belleza Foto: Dok. Polytron
zoom-in-whitePerbesar
com-Polytron Belleza Foto: Dok. Polytron
ADVERTISEMENT
Banyak orang mengira sederet merek berikut ini berasal dari luar negeri, padahal merupakan merek lokal yang menjajakan produknya di Indonesia bahkan hingga pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Sebut saja merek perlengkapan outdoor EIGER, kemudian sederet merek pakaian seperti The Executive dan Hammer, produsen sepeda Polygon, peralatan elektronik Polytron, hingga jaringan restoran JCO Donuts.
Pengamat pemasaran Inventure Consulting, Yuswohady, menjelaskan alasan mengapa sebuah merek bisa identik dan berkaitan dengan sebuah negara tertentu karena konsep bernama country of origin.
"Negara itu punya brand juga namanya nation brand, jadi ada satu negara karena dia itu historical atau memang dibentuk dia punya keahlian atau kualitas di satu produk atau komoditas atau barang tertentu," jelasnya kepada kumparan, Kamis (4/5).
Yuswohady mencontohkan produk jam tangan biasanya berafiliasi kepada negara Swiss, kemudian mobil mewah identik dengan negara Jerman, sehingga sebuah merek bisa memanfaatkan citra negara tertentu untuk memasarkan produk.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dia menilai Indonesia belum memiliki nation brand yang kuat jika dibandingkan negara lain seperti Jepang, Swiss, Korea Selatan, Amerika Serikat, atau bahkan China.
"Sehingga kita ini tidak confident (percaya diri), apa-apa harus berbau Barat, kalau elektronik atau mobil mesti Jepang, terus sekarang ini yang lagi top dan kencang membangun nation brand itu China," tutur dia.
Ilustrasi EIGER. Foto: @eigeradventure
Yuswohady menambahkan, karena ketidakpercayaan diri perusahaan lokal, mereka memanfaatkan citra merek asal negara-negara maju yang sudah terkenal dengan kualitas produknya yang sangat baik, seperti produk kosmetik asal Korea Selatan yang sedang marak di Indonesia.
"Banyak pelaku brand kita mengambil image country of origin ini jadi namanya dibikin seolah-olah Inggris, Amerika, JCO misalnya atau Eiger ambil dari nama gunung di Eropa, kemudian tampilan visualnya juga dibikin seolah-olah dari luar itu akan mendongkrak nilai dari brand," katanya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, dia menuturkan dampak positif dari memanfaatkan citra merek negara lain yaitu menaikkan reputasi produk yang akan berujung kepada naiknya value atau nilai emosional sebuah produk.
Yuswohady memaparkan, nilai merek terdiri dari dua jenis, fungsional dan emosional. Nilai fungsional berkaitan dengan kualitas sebuah produk seperti ketahanan. Sementara nilai emosional berkaitan dengan citra merek.
"Dalam konteks JCO dan EIGER dan lain-lain dia mengambil country of origin itu dalam konteks meningkatkan value dari sisi emosional, dari sisi citra bahwa ini juga asing sehingga kualitasnya walaupun tidak dibuat di luar tapi dengan nama dan tampilan dipersepsi sebagai standarnya dari negara itu," ujarnya.
Selain itu, dari sisi dampak negatifnya, produk lokal yang memanfaatkan nation brand otomatis akan membawa citra-citra buruk yang dimiliki sebuah negara. Misalnya produk di China yang identik dengan produk murahan.
ADVERTISEMENT
"Kadang-kadang sentimen nasionalisme itu muncul, jadi brand yang dianggap kebarat-baratan itu bisa juga menghasilkan liability (kekurangan)," lanjut Yuswohady.
"Nation brand ada sisi jeleknya, itu akan kebawa contohnya kayak China itu menurut saya nation brand-nya masih dua, sisi bagus dan jeleknya ada. Tapi kalo Korea atau Jepang saya kira sudah bagus. orang akan melihat apa pun brand dari Jepang pasti bagus," pungkasnya.