Banyak PHK & Banjir Barang Impor di 2024, Prabowo Harus Buat Aturan Pro Buruh

31 Desember 2024 11:27 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Algi Febri Sugita/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Algi Febri Sugita/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2024 kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal masih menjadi masalah besar yang terus mengancam pekerja atau buruh Indonesia. Hampir seluruh sektor industri melakukan PHK massal.
ADVERTISEMENT
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat mengaku khawatir dengan semakin banyaknya jumlah pekerja atau buruh yang ter-PHK. Menurutnya, di tahun 2025 mendatang pemerintah perlu menerbitkan dan mengatur beberapa regulasi terkait buruh serta penjaminan produk lokal yang dapat bersaing di dalam negeri.
"Banyak penyebab atas terjadinya PHK massal tersebut, hal ini tergantung dari jenis sektor industri tersebut. Namun saya menyoroti salah satu yang paling dirasakan sebab terjadinya tutupnya perusahaan dan sepinya perdagangan domestik kita adalah Peraturan Menteri Perdagangan No.8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor," jelas Mirah dalam keterangan resminya yang diterima kumparan, Selasa (31/12).
Mirah berpendapat, peraturan tersebut telah membuat membanjirnya barang-barang impor ke Indonesia. Mulai dari pakaian jadi, tas, dan perlengkapannya hingga suku cadang kendaraan seperti baut masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah dibanding barang lokal yang dibuat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Pada akhirnya perusahaan lokal tutup karena hasil barang produksi tidak ada yang beli karena banjirnya produk import dan PHK massal pun terjadi," sebut dia.
Oleh karena itu, Mirah meminta kepada Pemerintah untuk mencabut Permendag No.8/2024 untuk menyelamatkan pekerja atau buruh dan pelaku usaha Indonesia.
Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Partai Buruh berunjuk rasa menolak Tapera di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kata Mirah, dampak lain yang menyedihkan adalah kondisi pedagang tradisional dan UMKM yang ada di Tanah Abang Jakarta, Pasar Kliwon Kudus Jawa Tengah, Surabaya, dan di daerah lain terlihat sepi dari pembeli.
"Sehingga mereka banyak yang menutup usahanya dan pada akhirnya PHK pada pekerja atau buruh yang bekerja di sektor UMKM," pungkas Mirah.
Berkenaan dengan itu, Mirah memandang salah satu melemahnya dunia usaha lokal Tanah Air ialah maraknya penjualan berbasis online dengan menggunakan sosial media.
ADVERTISEMENT
"Maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan/regulasi untuk mengatur sistem penjualan online agar produk lokal kita terlindungi dari serbuan barang impor yang dijual langsung via online," imbuh ia.
Di sisi lain, ada pula kerusakan rantai distribusi di Indonesia yang seharusnya distributor hanya melayani pelaku usaha kecil dan Menengah yang ada di bawah langsung. Tapi kata Mirah, saat ini distributor malah langsung menjual barang dan jasa ke konsumen.
"Sehingga pelaku usaha kecil menangah menjadi sepi pembeli sehingga mereka menutup usahanya. Kita meminta pemerintah untuk mengatur kembali dengan membuat peraturan yang mengatur jalur distribusi yang melindungi UMKM," jelasnya.
Dalam kesempatannya, Mirah kembali mendesak pemerintah membuat beleid terkait pelindungan usaha domestik yang nantinya bisa menciptakan lapangan kerja.
Demo karyawan PT. Masterindo Jaya Abadi di PN Bandung terkait dengan PHK oleh perusahaan. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Di tahun ini, Mirah menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 atas permohonan pengujian materiil UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, putusan tersebut memberikan 'angin segar' untuk buruh terkait sistem pengupahan, mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Tenaga Kerja Asing, dan Hubungan Kerja Waktu Tertentu. Contoh tentang pengupahan, MK mengembalikan peran Dewan Pengupahan dan upah sektoral.
Mirah juga mengapresiasi Presiden Prabowo dan jajaran menteri di Kabinet Merah Putih tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 di angka 6,5 persen.
Meskipun angka 6,5 persen belum cukup layak untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja atau buruh. Mirah menjelaskan, dampak keputusan angka 6,5 persen untuk UMP 2025 akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa sebagai bentuk efek domino. Salah satu cara meminimalisir efek domino tersebut maka Pemerintah harus turunkan harga pangan, harga bahan pokok di angka 20 persen.
ADVERTISEMENT
"Harapan buruh kembali melayang karena ternyata ada undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, per Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen, hal ini seolah menjadi percuma atas kenaikan UMP 6,5 persen. Kami berharap Presiden Prabowo menunda pemberlakuan PPN 12 persen," tukasnya.