Barang Impor dari China Murah Meriah di E-commerce, Sudah Bayar Bea Masuk Belum?

11 Maret 2021 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi belanja online. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi belanja online. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Murah meriahnya barang impor asal China yang dijual di e-commerce membuat banyak orang tertarik membeli. Belum lama ini, Presiden Jokowi menggaungkan kampanye benci produk asing karena banjir barang impor murah tersebut membuat banyak UMKM lokal gulung tikar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak Atas Impor Barang, barang impor di atas USD 3 atau sekitar Rp 42 ribu ke atas (kurs Rp 14.000) kena bea masuk.
Apakah barang-barang impor murah dari China yang dibeli melalui platform e-commerce sudah dikenai bea masuk?
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai Syarief Hidayat mengatakan, selama ini produk impor yang dijual di e-commerce telah dikenai bea masuk. Termasuk produk-produk yang gratis ongkos kirim (ongkir) dari China.
com-#BelanjaDariRumah Shopee Foto: Kanya Nayawestri/kumparan
Menurut catatannya, pemerintah telah menetapkan tarif bea masuk normal untuk komoditi sebesar 15 persen-20 persen untuk tas, 25 persen-30 persen untuk sepatu, dan 15 persen-25 persen untuk produk tekstil dengan PPN sebesar 10 persen, dan PPh sebesar 7,5 persen hingga 10 persen.
ADVERTISEMENT
“Yang bayar pajak yang beli,” katanya kepada kumparan, Kamis (11/3).
Syarief mencontohkan e-commerce seperti Shopee, Lazada telah memasukkan besaran pajak di harga produk. Menurutnya, ada beberapa komponen pajak seperti Cost, Insurance dan Freight (CIF) yang terdapat dalam sebuah barang.
“Misal harga jual di Thailand misal USD 100 barang apa pun tas misal, begitu dikirim ke Indonesia ada ongkir ada asuransi USD 5, freight USD 10 nanti, jadi USD 115,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi meradang karena adanya permainan harga produk-produk dari luar negeri, yang membunuh UMKM lokal. Terkait hal itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bercerita dengan memberikan contoh kasus, pada tahun 2018 ada industri hijab yang mempunyai kemampuan penjualan luar biasa. Saking moncernya, industri ini mampu mempekerjakan 34 ribu pekerja dengan gaji mencapai USD 650.000 per tahunnya.
Ilustrasi belanja online. Foto: Shutterstock
UMKM yang sempat meroket itu rupanya kemudian mati lantaran adanya praktik persaingan tidak sehat dari produk luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Ketika industrinya maju tahun 2018, tersadap artificial intelligence yang digunakan perusahaan digital asing. Kemudian disedot informasinya. Setelah itu dibuatlah industrinya di China, kemudian diimpor barangnya ke Indonesia, mereka membayar USD 44 ribu sebagai bea masuk, tetapi kemudian industri UMKM hijab itu hancur," jelas Lutfi.
Mantan Kepala BKPM itu melanjutkan, produk bikinan luar negeri tersebut di Indonesia dijual dengan harga sangat miring, yakni hanya Rp 1.900 per pcs. Praktik yang ia sebut predatory pricing inilah kemudian membuat UMKM mati.
"Inilah yang menyebabkan kebencian produk asing yang diutarakan Pak Presiden, karena kejadian dari perdagangan yang tidak adil, tidak menguntungkan dan tidak bermanfaat. Itulah yang jadi dasar ucapan Pak Presiden, ini juga karena membunuh UMKM," tandasnya.
ADVERTISEMENT