Barata Indonesia Buka-bukaan Soal Gugatan PT Fajar Benua Indopack Rp 2,5 Miliar

14 Maret 2021 19:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PT Barata Indonesia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PT Barata Indonesia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Salah satu perusahaan BUMN, PT Barata Indonesia (Persero), buka suara mengenai gugatan yang dilayangkan PT Fajar Benua Indopack ke perseroan senilai Rp 2,5 miliar atas tuduhan wanprestasi.
ADVERTISEMENT
Fajar Benua Indopack menyebut pesanan produk berupa Expansion Bellows Type 1 spesifikasi Hidroflex Type 1200NB-UEB-100-FFL yang diminta Barata Indonesia senilai Rp 2,9 miliar belum dibayar. Padahal, mereka mengklaim sudah mengirimkan semua pesanan tersebut.
Sekretaris Perusahaan Barata Indonesia, Bustomek Nawawi, mengatakan sampai saat ini perseroan belum menerima pemberitahuan atas gugatan dengan Nomor Register Perkara: 168/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terkait kewajiban kepada vendor atau subkontraktor, menurutnya Barata Indonesia telah beritikad baik menyelesaikan dan menempuh beberapa langkah terakhir dengan melaksanakan vendor gathering di Januari 2021 untuk menyampaikan kondisi dan rencana penyelesaian kewajiban.
"Salah satunya termasuk kepada PT Fajar Benua Indopack (FBI) dengan pembahasan terakhir melalui virtual meeting yang ditindaklanjuti dengan surat jawaban atas permohonan kepastian angsuran bayar kepada PT FBI pada 5 Februari 2021 yang belum dijawab atau ditanggapi sampai dengan adanya berita terkait gugatan FBI di media online edisi Jumat, 12 Maret 2021," kata Bustomek kepada kumparan, Minggu (14/3).
ADVERTISEMENT
Perseroan Sudah Cicil Rp 1,4 Miliar
Sementara itu, menurut Bustomek, perseroan juga terus melakukan pembayaran bertahap/cicilan bagi semua vendor subkon yang masih aktif membantu dan tidak bermasalah hukum termasuk PT FBI.
Untuk PT FBI, perseroan telah melakukan cicilan pembayaran terakhir pada 11 November 2020 dibayar total sebesar Rp 1,4 miliar. Menurutnya, jumlah kewajiban jauh lebih kecil dari nilai yang disampaikan dalam website FBI yaitu sebesar Rp 1,49 miliar.
"Jadi, (nilai pesanan) Rp 2,9 miliar itu angka pembulatan, sebenarnya Rp 2,8 miliar dan sudah dibayarkan Rp 1,4 miliar. Sisanya Rp 1,4 miliar (belum dibayar Barata)," ucap Bustomek.
Menurut dia, perseroan terus berkomitmen menjaga kelangsungan usaha dengan merampungkan proyek strategis nasional dan menggenjot kinerja ekspor, terutama pada pekerjaan yang memiliki cycle produksi yang cepat.
Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero) Fajar Harry Sampurno (kiri) di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (21/2). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Harapannya, perseroan bisa mendapatkan pembayaran cepat dari pelanggan sehingga mampu menyelesaikan kewajiban yang ada. Diakui Bustomek, pandemi COVID-19 memang mengganggu keuangan perusahaan.
ADVERTISEMENT
"Pandemi ini menjadikan customer Barata banyak yang menggeser pembayaran bahkan menunda order sehingga kami melakukan berbagai strategi," terangnya.
Selain itu, perseroan juga melakukan penguatan usaha dengan menerapkan manajemen risiko terhadap seluruh aktivitas bisnis. serta manajemen anti suap (SMAP) ISO 37001 yang telah disertifikasi tanggal 9 Desember 2020.
Strategi lainnya, perseroan melakukan refocusing kegiatan pada manufaktur produk komponen kereta api, hidromekanikal dan turbin pembangkit listrik serta Heat Exchanger, pressure Vessel, dan boiler baik yang bertujuan ekspor maupun menunjang proyek strategis nasional.
"Semua upaya dikerahkan agar kondisi keuangan tetap terjaga di tengah tantangan pasar akibat pandemi COVID-19 antara lain
efisiensi di quick win project namun tetap berkomitmen menyelesaikan pekerjaan utamanya proyek strategis nasional. Juga dengan memangkas operating expenditure (opex) melalui program kerja di semua lini," terang Bustomek.
ADVERTISEMENT