Bata Tutup Pabrik, Apindo: Industri Manufaktur Butuh Perhatian

9 Mei 2024 12:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pabrik sepatu Bata. Foto: Dok. bataindustrials.co.id
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik sepatu Bata. Foto: Dok. bataindustrials.co.id
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat tutupnya pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) sebagai tanda industri manufaktur butuh perhatian.
ADVERTISEMENT
“Hal semacam ini bagi industri padat karya kita harus menjadi perhatian. Jadi dari segi industri seperti Bata itu bukan hanya sekarang, tetapi dia juga on going sudah melakukan evaluasi dan juga melihat dengan kondisi sekarang yang semakin memburuk sehingga dia tidak bisa bertahan lagi,” kata Ketua Umum Apindo, Shinta W, Kamdani di Kantor DPN Apindo, Rabu (8/5).
Menurut Shinta, investasi yang dulunya mengalir ke sektor padat karya, kini perlahan beralih ke sektor padat modal yang dianggap lebih menjanjikan oleh investor. Ia tak heran jika saat ini, beberapa subsektor industri manufaktur sulit untuk berkembang.
Terlebih menurutnya, hal ini bersamaan dengan meroketnya ongkos produksi yang diperparah dengan penurunan ekspor produk manufaktur Indonesia. Pasar ekspor Indonesia, lanjut Shinta, kini tengah didera ketidakpastian perekonomian global akibat kondisi geopolitik.
ADVERTISEMENT
“Jadi kita memang melihat secara menyeluruh dari faktor demand di mana bukan hanya domestik melainkan juga demand dari luar dan kita melihat demand ekspor menurun jauh. Memang dilihat saat ini dari kondisi yang ada, dengan competitiveness dan hal-hal lainnya dianggap tidak feasible bagi mereka (BATA) untuk terus lanjutkan,” tambah Shinta.
Sementara, jika mengandalkan pasar domestik, industri harus benar-benar memperhatikan daya beli masyarakat.
“Untuk pasar domestik kita mesti melihat dari faktor daya beli, karena dengan kondisi seperti ini maka daya beli pastinya ada penurunan yang harus diperhatikan,” imbuh Shinta.
Apalagi, dalam catatan kumparan, banyak perusahaan industri alas kaki di Indonesia yang bermodel penanaman modal asing (PMA) dan berorientasi ekspor, artinya benar-benar mengandalkan pasar luar negeri.
ADVERTISEMENT
Shinta kemudian melihat, solusi dari permasalahan ini adalah upaya pemerintah untuk menjaga tingkat inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Tentu saja pemerintah sudah melakukan segala upaya untuk tetap memperkuat makro fundamentalnya dengan tetap menjaga inflasi serta bagaimana pun juga menjaga nilai tukar rupiah yang saat ini pelemahan sudah sangat signifikan,” tutup Shinta.
Dalam catatan kumparan, Kementerian Investasi/BKPM merilis, investasi manufaktur pada kuartal I 2024 mencapai Rp 161,1 triliun, melanjutkan tren penurunan dari realisasi kuartal III 2023 sebesar Rp 163,7 triliun, dan kuartal IV 2023 di Rp 162,3 triliun.