Batik Aromaterapi Madura Mendunia, Menembus Ekspor ke Australia hingga Amerika

16 Agustus 2024 10:17 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aroma rempah menguar di seantero ruangan toko Al-Warits. Perpaduan cendana hingga gaharu diantarkan ke hidung begitu memasuki ruangan toko di Bangkalan, Madura.
ADVERTISEMENT
Wangi-wangian itu terpancar dari kain batik aromaterapi, sebuah inovasi yang hanya ada di toko ini. Inovasi yang mengantarkan batik gentongan asal Madura dikenal ke berbagai negara.
"Perkenalkan ini Al-Waris Batik ini dinyatakan pertama dan satu-satunya di dunia, sehingga kami mendapatkan penghargaan di Amerika Serikat pada tahun 2016, mendapatkan penghargaan sebagai wanita kreatif dunia," ujar pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah, saat kumparan berkunjung pada Rabu (14/8).
Perempuan berusia 34 tahun itu bercerita mulai merintis batik aromaterapi pada tahun 2008. Kala itu, ia masih berkuliah semester 2 dan punya keinginan membiayai kuliahnya sendiri.
Dokumentasi saat Warisatul Hasanah mulai merintis Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
"Saya berjualan batik penjualan batik, pada tahun 2008 Agustus saya ke Australia untuk memasarkan batik pangkalan Madura," kenangnya.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, perjalanannya tidak berjalan mulus. Batiknya disamakan dengan lukisan. Kendati ia kemudian menjelaskan detail soal proses pembuatan batik, tetap belum dilirik.
Saat itu, Warits belajar bahwa motif dari batik yang ia bawa masih sangat mencolok dan belum disukai pembeli di Australia.
"Mereka belum bisa menerimanya, juga karena motifnya yang mencolok besar-besar kemudian warnanya yang norak cerah-cerah mereka enggak mau makai. Jadi baju kemudian kulit mereka yang sensitif mereka nggak mau asal sembarangan pakai dengan pewarna sintetis," tuturnya.
Dari penolakan itu, lulusan STIE Perbanas Surabaya itu mulai berpikir bagaimana agar batiknya bisa diterima di Australia. Dia melihat di suatu tempat ada kayu cendana yang dispesialkan oleh orang Australia.
Founder Al-Warits Warisatul Hasanah. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
"Saya bertanya kenapa kayu cendana ini kok dispesialkan? Ya karena kayu cendana ini wangi, jadi kayu wangi di dunia itu cuma kayu cendana dan dia itu spesialnya dari Jogja. Kemudian saya berpikir kalau batik saya wangi mungkin bisa dispesialkan di sana, apalagi wangi cendana yang mereka suka gitu," sambung Warits.
ADVERTISEMENT
Kembali ke Indonesia, ia langsung melakukan riset. Walaupun riset ini tak berjalan mulus, sering gagal lantaran ada yang menjamur, ada yang bercak putih dan belang. Setahun kemudian, ia mulai menjajakan batik dengan wangi aroma kayu cendana.
"Akhirnya bisa dijual dengan manfaatnya juga bisa diterima gitu bukan hanya batiknya saja dan wanginya saja, tapi juga dia memiliki manfaat yang bisa merelaksasi otak, kemudian mencerdaskan otak, dan bisa membuat orang percaya diri," tuturnya.
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Batik dengan Aroma Cendana, Gaharu, hingga Cengkeh

Warits berani mengatakan bisa memproduksi batik beraroma apa saja, sesuai permintaan. Saat ini ada puluhan jenis aroma yang sudah dibuat untuk batik.
Ia membaginya untuk tiga golongan, anak-anak, remaja dan dewasa. Batik yang dibuat untuk anak-anak, diberi aroma buah mulai dari jeruk, anggur, sampai stroberi.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk remaja, ada wangi-wangi eksotis. Padu-padan aroma tapi tanpa rempah. Kemudian aroma rempah untuk orang dewasa, berasal dari wangi-wangian cengkeh, jahe, kayu gaharu, cendana, mawar, cempaka, hingga melati.
"Ternyata bunga cempaka itu, itu dia tuh mengandung apa antioksidan gitu katanya ilmu kedokteran ,itu yang bisa banyak membunuh bakteri yang jahat di dalam tubuh gitu ternyata, seperti itu makanya batik aromaterapi ini bisa bermanfaat untuk kesehatan juga ternyata," ujarnya.
Warits mengatakan, begitu mendapatkan formula yang tepat untuk tiap aroma baru, maka ia tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat ramuannya. Supaya aromanya bisa tahan lama, setidaknya diperlukan waktu sekitar 3 hingga 6 bulan untuk proses menempelkan aroma pada kain.
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Aromaterapi pada kain batik miliknya ini, disebut bisa tahan hingga 4 tahun. Ia juga menyesuaikan ketahanan aroma dengan kualitas kain. Terlebih dengan cara diratus terus-terusan, aromanya juga akan tahan semakin lama.
ADVERTISEMENT
Ide untuk proses aromaterapi tersebut, selain karena menyesuaikan potensi pasar di Australia, juga berangkat dari kebiasaan orang-orang tua di Madura memperlakukan batik.
Warits mengungkapkan, ibu hingga neneknya dahulu kerap memandikan kain batik. Batik dimandikan tiap malam Jumat menggunakan kayu-kayu dupa. Kain-kain yang sudah dimandikan disimpan di lemari dengan membubuhkan lada dan kemiri di sekelilingnya biar tak bolong dimakan bakteri.
"Jadi saya itu formulakan di aromaterapi sudah langsung simpel semua dengan batik aromaterapi ,Ibu tidak perlu naruh itu tidak perlu mandiin setiap Minggu setiap hari setiap malam Jumat kan. Jadi semua sudah simpel jadi satu berarti aromaterapi, gitu taruh di lemari sudah tidak ada, tidak akan kena greget apa itu tadi, makan-makan itu, enggak ada karena di situ formulanya sudah saya masukkan semua," tuturnya.
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Buka Lapangan Kerja dengan Melestarikan Warisan Leluhur

Warits bercerita, usaha batik bagi dia adalah seperti benang merah yang menjadi titik temu keluarganya. Ibunya, merupakan pedagang batik yang hanya berjualan ke pasar atau tidak mengekspor. Itu pun bukan batik yang dihasilkan sendiri.
ADVERTISEMENT
Sementara sang ayah, merupakan penjahit pakaian. Sementara sang kakak yang memilih seperti orang Madura kebanyakan, membuka toko kelontong di Jakarta. Kini lewat usaha Warits, kakaknya juga akan sibuk mengurus kain batik bila akan ada pameran di Jakarta.
Ide mengenai teknologi kerap datang dari kakak laki-lakinya yang pernah bekerja di sektor tekstil di Korea.
"Bisnis saya itu macam bisnis keluarga jadi semua dari keluarga, yang jahit bapak saya, ibu saya aksesoris mulai songkok, dompet, bros, tas. Mbak saya yang di Jakarta bagian pameran kalau pameran di jakarta, kakak saya yang cowok, kalau yang ke luar negeri seperti Korea kakak, yang meriset kaka saya," tuturnya.
Tak cuma di lingkaran keluarga, pekerjanya pun ada yang sudah turun-temurun ikut membatik dengannya. Salah satunya bernama Musrini, perempuan berumur 50 tahun itu sudah ikut membatik sedari Warits masih merintis sejak tahun 2008.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sang ibu dan kakak Musrini juga merupakan perajin batik Al-Warits. Kini, ilmu membatik itu juga diajarkan pada sang putri. Karya-karya Musrini ini lah yang kerap dijual ke Australia hingga Amerika.
Perajin batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
"Sekeluarga ikut saya Pak, 2008 ikut. Batik saya sampai Amerika, alhamdulillah dapat dolar," ujarnya sembari tertawa.
Secara keseluruhan, Warits bekerja sama dengan sebanyak 157 perajin batik yang melibatkan 4 kabupaten di Madura, dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Saat ini, perempuan berusia 34 tahun itu yakin jumlah perajin yang mendaftar akan lebih banyak lagi. Ini lantaran ia sendiri membuka sekolah batik gratis.
Batik aromaterapi Al-Warits di Bangkalan, Madura. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
"Ini untuk generasi muda, karena pengrajin batik kami yang khususnya gentongan itu sudah banyak yang sepuh dan banyak yang meninggal. Jadi saya khawatir ini bakalan punah batik gentongan ini," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Batik gentongan itu adalah batik terbaik yang ada di Madura, jadi dia itu kualitas warnanya saya jamin sampai puluhan tahun semakin cerah. Bahkan batik ini bisa diklaim terbaik di Indonesia karena prosesnya yang lama, kemudian kualitasnya yang sangat bagus dan dia menggunakan canting 0,5 yang paling kecil. Di sini saya tidak mengatakan batik terbaik motifnya bukan tapi kualitasnya," tuturnya.

Dibanderol hingga Puluhan Juta, Ekspor ke Australia hingga Amerika

Warits menjelaskan, batik yang ia produksi dan jual saat ini dibanderol dengan harga bervariasi. Mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
"Batik ini harganya kita jual harganya batik itu dari harga Rp 500.000 sampai Rp 30 juta dan Rp 50 juta juga ada kemudian," tuturnya.
Founder Al-Warits Warisatul Hasanah. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Ia mencontohkan, batik yang berani dijual puluhan juta itu, merupakan batik gentongan. Dibuat menggunakan canting paling kecil berukuran 0,5, dengan motif memenuhi semua sisi kain.
ADVERTISEMENT
"Ini batik gentongan ini kualitasnya terbaik di mana dia puluhan tahun dia semakin cerah gitu," jelasnya.
Warits mengatakan, ia berani memberdayakan para perajin hingga seluruh kabupaten di Madura lantaran sudah mengekspor ke berbagai negara. Di Malaysia, Al-Warits punya 3 outlet di Johor dan Kuala Lumpur.
"Kemudian kita ekspansi lagi ke Singapura kemudian ke Thailand ke Korea di Korea itu sudah ada dua Soul sama di Busan. Kemudian kita juga ke Jepang dan kita juga ke Afrika Selatan. Setelah Afrika Selatan Kita juga di US, dari US itu dari 2016 sampai dengan saat ini dan sekarang sudah di tiga titik di US," tuturnya.
Founder Al-Warits Warisatul Hasanah. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Kian besarnya peluang ekspor yang didapat Warits ini, juga lantaran ia mendapat dukungan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dari LPEI juga, ia mendapatkan cara mengekspor yang benar sehingga bisa membuka ceruk pasar yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya belajar tentang ekspor tapi juga belajar bagaimana memasarkan supaya bayar itu mau membeli produk kita. Dari LPEI kami juga dibina untuk pelatihan desain batik gentongan dari 11 desa kemudian kita diberikan fasilitas selain pelatihan desain batik gentongan kami juga difasilitasi mesin plorot dan mesin pencelupan," tuturnya.
Founder Al-Warits Warisatul Hasanah. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Batik Aromaterapi Al-Warits ini juga masuk ke dalam program Desa Devisa LPEI. Warits juga merupakan mitra LPEI dari Coaching Program for New Exporter (CPNE) sebagai mitra pendamping para perajin batik.
LPEI juga memberikan berbagai pendampingan dan pelatihan seperti penguatan manajemen keuangan dan kelembagaan, pelatihan praktik desain batik gentong madura serta penambahan mesin pencelupan dan mesin plorotan.
Dukungan ini bertujuan untuk menghasilkan desain batik yang baru sehingga dapat meningkatkan pendapatan para pengrajin yang sebelumnya Rp 300.000 perbulan menjadi Rp 1,25 juta perbulan. Selain itu dukungan sarana produksi juga dapat meningkatkan total kapasitas produksi sebesar 400 pcs per hari menjadi 4.000 pcs per hari.
ADVERTISEMENT
Dengan bantuan operasional ini, Warits memperkirakan omzet pada tahun 2024 mampu menembus Rp 2 miliar. "Prediksi tahun 2024 ya Rp 2 miliar lah omzet yang 2024 ya. Di 2023 Rp 1 miliar lebih, makanya untuk sekarang Rp 2 miliar lebih gitu," ujar Warits.