Batu Bara buat PLN Dipatok USD 70/Ton, KPC dan Arutmin Merasa Rugi

24 Mei 2018 20:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Tongkang Pengangkut Batu Bara di Sungai Musi (Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Tongkang Pengangkut Batu Bara di Sungai Musi (Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
ADVERTISEMENT
PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengaku kehilangan potensi pendapatan mencapai Rp 957 miliar karena 25% produksi batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dijual ke PLN dengan harga USD 70 per ton.
ADVERTISEMENT
Kewajiban DMO yang dalam hal ini dijual ke PLN tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 23K/30/MEM/2018. Sedangkan harga yang dipatok USD 70 per ton diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018.
Berdasarkan catatan KPC, pendapatan yang diperoleh hanya Rp 3,04 triliun. Padahal jika batu bara dijual sesuai Harga Penjualan Batubara (HPB), KPC dapat mengantongi Rp 3,99 triliun.
Komisaris KPC Sri Dhamayanti menyampaikan, pihaknya selama 2018 akan memproduksi batu bara sebanyak 17,5 juta ton. Dari jumlah itu, batu bara yang dijual ke PLN mencapai 4,6 juta ton, sementara 12,9 juta ton sisanya diekspor.
“Ekspor itu 74%, dan penjualan domestik itu sekitar 26%,” katanya saat ditemui di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (24/5).
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan untuk pasar dalam negeri, KPC menjual batu bara ke PLN, Freeport, dan Pupuk Kaltim. Sementara untuk pasar luar negeri, pihaknya melakukan ekspor ke Jepang, India, China, Malaysia, Thailand, dan Hong Kong.
Senada, CEO PT Arutmin Indonesia Ido Hotna Hutabarat mengatakan, sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), volume produksi batu bara yang disetujui sebesar 28,8 juta ton. Dari jumlah itu, kewajiban DMO yang harus ditunaikan sebesar 7,2 juta ton.
Dia mengaku kehilangan potensi pendapatan Rp 277 miliar karena kewajiban DMO dengan harga khusus ke PLN. Pendapatan yang diperoleh hanya Rp 1,2 triliun. Jika menganut HPB, pihaknya dapat mengantongi Rp 1,48 triliun.
“Kami sudah melakukan perhitungan perbedaan pendapatan karena harga USD, sehingga pendapatan kami turun Rp 277 miliar,” ujar Ido.
ADVERTISEMENT