Bawang Putih Mahal, Moeldoko Minta Izin Impor Segera Terbit

7 Februari 2020 15:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Gedung KSP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Gedung KSP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Untuk menjamin stabilitas harga bawang putih, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko meminta Kementan segera menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Dirjen Hortikultura Kementan, Prihestu Setyanto menyanggupi menerbitkan RPIH pada hari Jumat, 7 Februari 2020.
ADVERTISEMENT
“Kami akan terbitkan besok untuk kemudian ditindaklanjuti Kementerian Perdagangan,” ujar Prihestu.
Setelah RPIH diterbitkan, Kemendag kemudian akan menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI). Kemendag menyanggupi bisa menerbitkan SPI lima hari setelah penerbitan RIPH atau pada pekan depan.
“SPI akan diterbitkan sesuai kebutuhan,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Moeldoko meminta ketika keran impor kembali dibuka pasca-terbitnya SPI, kualitas bawang putih harus tetap terjaga. Selain itu, meski impor bawang putih tetap ada, pemerintah memastikan akan tetap menyerap bawang putih dari para petani.
Impor bawang putih dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga sehingga tidak memberatkan konsumen. “Perlindungan bagi para petani tetap yang utama,” ujarnya.
Kemendag menyebutkan masa tanam bawang putih dimulai setiap bulan Oktober dan membutuhkan waktu enam bulan masa tanam.
ADVERTISEMENT
“Artinya baru pada bulan April dan Mei kita ada panen raya. Sementara pada bulan Februari hingga April kita kurang stok,” ujar Prihasto.
Harga bawang putih di pasar saat ini mencapai Rp 70.000 kg. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan pada Mei 2019 lalu, Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk bawang putih Rp 32.000 per kg.
“Dengan harga setinggi itu, kita ingin harga bisa kembali normal. Impor diperlukan untuk menutup kebutuhan dalam negeri,” kata Moeldoko.