BCA Kembali Bina Penenun Songket Melayu di Medan, Perluas Peluang ke Ekspor

5 November 2025 15:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
BCA Kembali Bina Penenun Songket Melayu di Medan, Perluas Peluang ke Ekspor
Ada 32 penenun dari lima komunitas di Deli Serdang dan Batu Bara yang dibina BCA agar siap ekspor.
kumparanBISNIS
Proses pewarnaan alami untuk kain tenun di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara. Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Proses pewarnaan alami untuk kain tenun di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara. Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk kembali menyelenggarakan pembinaan pembuatan wastra berbahan pewarna alami, kali ini di Medan, Sumatra Utara. Program yang berfokus pada teknik pewarnaan alami kain songket ini melibatkan 32 penenun dari lima komunitas di Kabupaten Deli Serdang dan Batu Bara.
ADVERTISEMENT
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyampaikan program yang telah memasuki tahun ketiga ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi para perajin, tetapi juga mendorong pelestarian budaya serta praktik ramah lingkungan melalui penggunaan pewarna alami.
“Kami juga ingin memberdayakan warisan peradaban budaya Indonesia agar tidak punah. Tadi bisa lihat ada (penenun) yang masih berumur 20, 22 tahun, jadi generasi muda itu harus memiliki pride sebagai bagian Indonesia,” kata Hera dalam acara Pembinaan Wastra Warna Alam Tenun Songket Melayu di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara, Selasa (4/11).
Berlangsung pada 4-6 November 2025, kegiatan ini menggandeng para ahli dari Perkumpulan Warna Alam Indonesia (Warlami), organisasi yang berfokus pada pengembangan teknik pewarnaan alami, untuk mendampingi dan membimbing para penenun.
Proses pewarnaan alami untuk kain tenun di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara. Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
“Kita akan monitoring terus (pembinaannya), karena periode (pelaksanaan) kita itu kan tidak jangka pendek, tapi tahunan. Jadi nanti kita lihat hasilnya seperti apa, akan kita evaluasi dan perbaiki apa yang harus kita tambah,” jelas Hera.
ADVERTISEMENT
Kata Hera, program ini juga diharapkan akan memberikan pelatihan sesuai kebutuhan pasar dan memberi dampak ekonomi dengan membuka peluang penjualan di berbagai acara korporasi mereka.
“Harapannya mereka bisa menjual di event-event korporat kita. Kita (BCA) memiliki market, mudah-mudahan itu bisa membantu mereka untuk terus berkesinambungan,” lanjut Hera.
BCA sebelumnya telah melakukan pembinaan serupa bagi kelompok penenun dan pelaku wastra di Timor Tengah Selatan dan Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), serta di Baduy, Banten.
Adapun motif tenun songket Melayu Sumatra Utara, seperti halnya wastra di berbagai wilayah Nusantara, mengambil inspirasi dari pesona alam sekitar. Pola geometris dan teknik stilasi yang digunakan menghadirkan tampilan yang anggun dan selaras. Untuk proses pewarnaan, para pengrajin umumnya memanfaatkan bahan-bahan alami seperti kunyit, daun tarum, dan akar mengkudu.
Proses pewarnaan alami untuk kain tenun di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara. Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
“Keindahan tenun songket Melayu Sumatra Utara tidak perlu diragukan lagi. Namun, saat ini banyak penenun belum menguasai teknik pewarnaan berbasis warna alam. Padahal, penggunaan warna alam pada tenun songket Melayu Sumatra Utara dapat menambah daya tarik dan nilai jualnya,” tutur Hera.
ADVERTISEMENT

Peluang Ekspor Selalu Terbuka

Mengenai peluang ekspor, Hera menyampaikan saat ini pihaknya masih bekerja sama dengan beberapa mitra luar negeri, termasuk sebelumnya dengan World Bank Headquarters di Amerika Serikat (AS).
Ia menyatakan, meski pintu pasar global selalu terbuka lebar untuk para penenun, pihaknya akan selalu berhati-hati dalam memperluas akses karena mempertimbangkan aspek hak cipta dan royalti guna melindungi karya wastra Nusantara dari peniruan.
“Jadi bagaimana (ekspor) itu bisa mengamankan posisi wastra-wastra Nusantara itu agar tidak di copy paste, kemudian direproduksi. Itu kan penting menurut saya,” kata Hera.
Ia pun menambahkan kelompok-kelompok binaan di empat wilayah tersebut menunjukkan keseriusan mengikuti pelatihan dan menjadikan hasil karya sebagai sumber pendapatan, baik untuk pasar dalam negeri maupun global. “Alhamdulillah kita bisa mendapatkan kelompok yang memang serius ingin maju, dilatih, dan tentunya bisa menjadikan ini (tenun) sebagai salah satu penghasilannya,” kata Hera.
Proses pewarnaan alami untuk kain tenun di Istana Maimun, Medan, Sumatra Utara. Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
Kemudian, BCA mencatat potensi besar sektor pewarna alam global. Merujuk laporan Market Research Future pada 2025, nilai pasar pewarna alami dunia diproyeksikan mencapai USD 7,2 miliar pada tahun 2032, dengan pertumbuhan sekitar 8,5 persen per tahun pada periode 2026–2033.
ADVERTISEMENT
“Jadi saya berharap (program) ini bisa berlanjut dan kita bisa konsisten untuk terus meyakinkan agar mereka (penenun) memiliki kebanggaan,” tutur Hera.