Bea Keluar Naik 110 Persen di Kuartal I 2024, CPO Jadi Penyokongnya

7 Mei 2025 19:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tandan buah sawit segar yang baru dipanen.  Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tandan buah sawit segar yang baru dipanen. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani membeberkan kenaikan bea keluar pada kuartal I 2025 hingga 110,8 persen senilai Rp 8,8 triliun dari Rp 4,2 triliun pada kuartal I 2024.
ADVERTISEMENT
“Kita tahu dua sumber utama daripada penerimaan bea keluar ini yang masih dikenakan bea keluar adalah Crude Palm Oil (CPO) dan tembaga,” tutur Askolani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (7/5).
Askolani menuturkan perkembangan bea keluar sangat fluktuatif pada 2020 Rp 4,3 triliun, 2021 sebesar Rp 34,6 triliun, 2022 sebesar Rp 39,8 triliun, 2023 Rp 13,6 triliun, 2024 Rp 20,9 triliun.
Dilihat dari komoditas utama bea keluar, ada pergeseran penyumbang bea keluar kuartal I 2025 dari kuartal I 2024. Pada kuartal I 2024 bea keluar didominasi oleh tembaga sebesar Rp 3,44 triliun dan CPO Rp 633,5 miliar.
Sementara pada kuartal I 2025 tembaga sumbangan tembaga turun 76,6 persen jadi Rp 807,7 miliar dan CPO naik 1.145,7 persen jadi Rp 7,89 triliun.
ADVERTISEMENT
Askolani menuturkan penyebabnya adalah pembatasan ekspor tembaga secara bertahap. Di sisi lain, dia juga menyoroti langkah pemerintah yang memberikan restu kepada PT Freeport Indonesia untuk mengekspor konsentrat tembaga selama 6 bulan.
Kebijakan perpanjangan ekspor kepada Freeport diteken pada Maret 2025 lalu. Sementara izin ekspor konsentrat sebelumnya berakhir pada 31 Desember 2024.
Brondolan sawit yang jatuh dari tandannya. Warnanya merah, menandakan telah matang dan mengandung banyak minyak. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
“Kami menginpus dan implementasinya di lapangan Freeport mendapatkan kuota 1,3 (juta ton) yang kemudian bisa menghasilkan tambahan bea keluar tembaga di tahun 2025 ini yang mencapai Rp 807 miliar, 2025 yang signifikan adalah dari CPU yang bisa mencapai Rp 7,8 triliun di tahun 2025 sampai dengan kuartal I,” jelasnya.
Meskipun dia juga mengakui bea keluar dari tembaga yang signifikan ini tidak akan bertahan hingga akhir tahun, setelah izin ekspor PTFI selesai.
ADVERTISEMENT
Sementara bea keluar CPO meningkat dalam beberapa bulan terakhir sebab kenaikan harga CPO. “Yang biasanya hanya sekitar USD 800 per metrik ton tetapi dalam enam bulan ke belakang ini naik ke USD 900 sampai dengan USD 1.000 (per metrik ton) tentunya berdampak kepada penerimaan bea keluar yang CPO yang lebih tinggi,” jelas Askolani.
“Dengan kedua sumber utama daripada BK ini kalau kita bandingkan totalnya Rp 8,7 triliun dan ini lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2024 yang mencapai Rp 4,1 triliun,” imbuhnya.
Secara rinci Askolani membeberkan penerimaan dari bea dan cukai capai Rp 77,5 triliun pada kuartal I 2025.
Angka ini menempati 25,7 persen dari target dari target penerimaan sepanjang 2025 yang sebesar Rp 301,6 persen dan meningkat 9,6 persen dari penerimaan bea dan cukai pada periode yang sama tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Penerimaan dari bea dan cukai mencapai Rp 77,5 T. Ini 25,7 persen dari targetnya dan masih tumbuh alhamdulillah 9,6 persen dibandingkan triwulan I 2024,” jelasnya.
Secara rinci, pada kuartal I 2025 penerimaan cukai sebesar Rp 57,4 triliun yang meningkat 5,3 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 54,5 triliun, bea masuk Rp 11,3 triliun yang turun 5,8 persen secara year on year (yoy) dari Rp 12 triliun dan bea keluar Rp 8,8 triliun yang meningkat 110,8 persen (yoy) dari Rp 4,2 triliun.
Dalam paparan Askolani dijelaskan faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah nilai dan volume ekspor impor, harga komoditas, kebijakan teknis di antaranya implementasi Free Trade Agreement (FTA), penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA).
ADVERTISEMENT
Kemudian kebijakan relaksasi ekspor mineral, dan langkah penguatan di bidang pelayanan, pengawasan, perbaikan, proses bisnis dan dukungan manajemen.
“Bea keluar di triwulan I 2025 ini tumbuh 110 persen, kemudian dari Cukai tumbuh 5,3 persen namun dari bea masuk negatif kontraksi 5,8 persen,” jelasnya.